JAKARTA, Arcus GPIB – Lawan kita dalam hidup ini ialah kecenderungan berbuat jahat dengan membenci dan membalas kejahatan dengan kejahatan. Yohanes bicara tentang kemenangan mengalahkan dunia.
Demikian renungan pagi Sabda Bina Umat (SBU) Jumat (27/01/2023) mengurai Firman Tuhan dari 1 Yohanes 5 :1 – 5 mengangkat tema: Kemenangan Kita.
“Percaya kita kepada Tuhan Yesus memampukan kita dapat mengasihi dan tetap mengasihi termasuk musuh dan pembenci. Kemenangan mengalahkan kebencian dengan kasih Yesus. Semua yang percaya Yesus dapat mengalahkan kebencian dan jadi pemenangnya.”
“Pemenang yang sejati adalah mereka yang menggunakan bahasa kasih dalam tutur kata dan karya kehidupan yang nyata. Kita diingatkan untuk tidak hidup dalam lingkaran kebencian. Hidup kita bukan jadi pecundang yang gagal mengerjakan perintah Tuhan Yesus.”
“Perjalanan hidup yang kita tempuh ibarat pertandingan yang harus dimenangkan dengan iman. Jelas bukan soal keberuntungan, tetapi penerapan strategi yang jitu, kekompakan dan kerja keras sampai menit penghabisan. Semuanya terbayar lunas saat piala juara diraih dan diangkat setinggi-tingginya.”
Jadi, bagaimana untuk menjadi pemenang? Laman Gotquestions.org menyebutkan, hanya dengan percaya kepada Tuhan yang akan memberikan kemampuan.
Percaya pada Allah adalah pertimbangan insan yang paling mendasar. Mengakui adanya Pencipta seseorang merupakan pondasi dalam berupaya mengenal-Nya secara lebih dalam. Tanpa kepercayaan akan Allah, ialah mustahil untuk menyenangkan Dia atau mendatangi-Nya (Ibrani 11:6).
Manusia sudah dikelilingi oleh bukti-bukti akan keberadaan Allah, namun karena hati manusia dikeraskan oleh dosa maka mereka menolak bukti itu (Roma 1:18-23). Tidak mempercayai Allah adalah hal yang bodoh (Mazmur 14:1).
Ada dua pilihan dalam kehidupan ini. Pertama, kita dapat memilih untuk mempercayai logika manusia yang terbatas. Logika manusia telah menciptakan berbagai filsafat, berbagai agama dunia dan berbagai kepercayaan “-isme,” serta sudut pandang lainnya.
Salah satu sifat kunci dari logika manusia ialah sifat sementaranya, karena usia manusia sendiri juga terbatas. Adapula keterbatasan logika manusia yang dikarenakan oleh keterbatasan pengetahuannya; kita tidak sepandai yang kita bayangkan (1 Korintus 1:20).
Logika manusia berasal dari dirinya dan berakhir dengan dirinya. Manusia terperangkap oleh waktu. Manusia dilahirkan, bertumbuh dewasa, berdampak dalam dunia, dan pada akhirnya mati.
Secara alami, itulah akhir dia. Orang yang memilih hidup berlogika saja akan menemui banyak kekurangannya. Jika gaya hidup tersebut kita pertimbangkan secara obyektif, kita perlu mencari alternatif kedua.
Pilihan kedua adalah menerima Alkitab yang merupakan pewahyuan dari Allah, dengan tidak bersandar kepada pengertian kita sendiri (Amsal 3:5). Jika kita menerima bahwa Alkitab berasal dari Allah, seseorang harus mengaku adanya Allah.
Mempercayai Allah sebagaimana diungkap dalam Alkitab tidak menggagalkan penggunaan logika; melainkan, ketika kita mencari Allah maka Ia membuka mata kita (Mazmur 119:18), membukakan pengertian kita (Efesus 1:18), dan memberi kita hikmat (Amsal pasal 8).
Kepercayaan dalam Allah dikuatkan oleh bukti keberadaan Allah yang sudah tersedia. Seluruh ciptaan bersaksi terhadap adanya Sang Pencipta (Mazmur 19:1-4). Kitab Allah, Alkitab, menetapkan kebenaran dan ketepatannya.
Sebagai contoh, pertimbangkan nubuat Perjanjian Lama mengenai kedatangan Kristus yang pertama. Mikha 5:2 menyatakan bahwa Sang Kristus akan dilahirkan di Betlehem, Yudea. Mikha bernubuat demikian pada tahun 700an S.M. /fsp