SINGKAWANG, Arcus GPIB – Merawat alam menjadi perhatiannya yang sangat luar biasa. Tak heran kalau diberbagai event ia selalu nyaring menyuarakan agar semua elemen di Masyarakat peduli akan perbaikan lingkungan.
Ia adalah Pendeta Meilanny Risamasu yang kini tengah melakukan penelitian dalam rangka studi program doktor di Universitas Riau.

Peserta Konferdal Germasa di Singkawang mengikuti sesi yang disampaikan pemateri.
Kepada Arcus GPIB disela-sela Konferdal Germasa GPIB di Singkawang Senin (21/08/2023) ia setuju kalau Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat menggulirkan dana besar untuk perbaikan lingkungan hidup termasuk isu krisis air bersih yang bisa terjadi pada 2026.
Langkah peduli pemerintah itu, katanya, bisa melalui perbaikan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan melalui perbaikan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Artinya, Daerah maupun Pusat harus menyediakan dana yang cukup untuk perawatan alam demi kelangsungan hidup, bumi dan isinya.
Gereja pun dalam hal ini GPIB, kata dia, punya peran penting dalam merawat dan menata lingkungan hidup termasuk perlunya merancang suatu ekosistem gerejawi yang baru.
“Jika Eco-Church merupakan sebuah eklesiologi yang berfokus pada isu lingkungan bagi GPIB, maka langkah-langkah perlu diambil dari tahap awal hingga implementasi konkret,” tuturnya.
Istri Budi Peranginangin ini mengatakan, GPIB memiliki peluang untuk menjadi kekuatan yang berperan aktif dalam menangani isu-isu global yang krusial.
Menurutnya, peran gereja bisa melalui pengembangan program Eco-Church sebagai wujud dari eko-eklesiologi misional atau melalui inisiatif yang lebih spesifik. GPIB dapat memberikan kontribusi berharga dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan manusia, lingkungan, dan nilai-nilai rohaniah.
Dalam menghadapi tuntutan-tuntutan zaman yang semakin kompleks, GPIB memiliki landasan visi dan misi yang kuat untuk mengembangkan ekosistem gerejawi yang responsif dan relevan bagi tantangan-tantangan masa kini.
Melalui pendekatan yang komprehensif dan terencana, Eco-Church dapat menjadi lebih dari sekadar program atau identitas baru bagi GPIB.
Ini memiliki potensi untuk menjadi sebuah Ekosistem Menggereja yang memadai, relevan dan kontesktual, ia tidak hanya menjawab isu lingkungan, melainkan juga memberikan kontribusi positif yang mendalam terhadap kesejahteraan manusia dan harmoni dengan alam, secara khusus di Indonesia.
Dalam konteks teologi ekosistem, konsep stewardship atau tanggung jawab manusia sebagai pengurus atau penjaga atas ciptaan merupakan hal yang signifikan. Pandangan ini mendasarkan dirinya pada keyakinan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan semua isinya, dan dengan itu manusia diberikan tanggung jawab untuk merawat dan menggunakan ciptaan ini dengan bijaksana.
“Dalam Kitab Kejadian 1:28, kita melihat bahwa Tuhan memberikan perintah kepada manusia untuk menguasai dan memerintah atas segala sesuatu di bumi,” kata Meilanny.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengidentifikasi lima isu global yang mendesak untuk segera diatasi, yaitu tantangan terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), perubahan iklim, dampak jangka panjang dari pandemi COVID-19, isu kemanusiaan, dan perlunya penguatan kerjasama internasional.
“Apabila kita mengasumsikan bahwa GPIB memegang peranan sentral dalam konteks ini, sebagai sebuah institusi keagamaan dengan jangkauan pelayanan yang luas, GPIB perlu memperhatikan tantangan-tantangan yang tengah dihadapi dan yang akan datang,” harapnya. /fsp