Home / Germasa

Senin, 24 Oktober 2022 - 14:14 WIB

Radikalisme dan Politik Identitas Marak, Pdt. Nicodemus: Akibat Kebodohan

JAKARTA, Arcus GPIB – Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko memprediksi akan adanya kecenderungan peningkatan radikalisme pada tahun politik jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Potensi radikalisme akan deras terjadi akibat politik identitas.

“Situasi internal kita juga perlu aware. Dinamika politik dan potensi radikalisme akibat politik identitas, survei BNPT pada 2020 potensi radikalisme 14 persen. Itu data dalam kondisi anomali saat pandemi. Tahun politik pada 2023-2024 ada kecenderungan meningkat,” katanya di Bina Graha, baru-baru ini sebagaimana dilansir kabar24.bisnis.com.

Disampaikan bahwa tahun politik pada 2023-2024 ada kecenderungan meningkat. Untuk mengantisipasi potensi tersebut, maka semua pihak baik pemerintah hingga masyarakat harus membangun kesadaran terkait potensi ancaman radikalisme.

Baca juga  Kekerasan Terhadap Perempuan Masif, Alex Mandalika: Gereja Harus Jadi Konsultan

Terhadap hal radikalisme dan politik identitas, Pdt. Nicodemus Boenga yang kini menyelesaikan studi Strata-2 di UIN Sunan Kalijaga ini angka suara.

Menurutnya, radikalisme masih ada terkait dengan dua hal utama. Pertama, munculnya perasaan insecure pada kelompok tertentu akibat ketidakmampuannya menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Perasaan itu membawa pada hal kedua, yaitu pemikiran bahwa mereka sedang menghadapi ancaman kehilangan identitas dan akan makin melemahnya dominasi politik yang dulu “pernah berjaya”.

Artinya, kata Pdt. Nicodemus, gerakan radikalisme masih berjuang untuk menegak kembali identitas sosial memunculkan upaya politisasi agama dan tafsir terhadap agama yang hurufiah dan legalistik menggunakan kacamata kuda. Tidak luas wawasan.

Jadi, katanya, radikalisme dalam pengertiannya yang negatif adalah tanda keterbelakangan mental dan mungkin saja neurosis.

Baca juga  Apresiasi Hidup Bertoleransi, Kemenag Sulsel Terbitkan Edaran Agar Memasang Spanduk Ucapan Natal

“Politik identitas manjur dijual saat pilpres oleh karena indentitas agama atau suku atau budaya bila dipolitisir maka biaya murah. Cukup kasih makan hoax dan nasi bungkus,” tandasnya.

Akibat kebodohan itu, orang mau mati demi membela agamanya atau sukunya yang telah terlebih dahulu dikonstruksi oleh berita hoax bahwa kelompok agama atau suku atau budaya mereka sedang terancam.

“Bahaya politik identitas dari sudut pandang teologis adalah terancamnya nilai kemanusiaan dan persaudaraan universal yang dirindukan Tuhan dalam hukum kasih.”

Politik identitas, kata Pdt. Nicodemus, mempersempit makna nilai kemanusiaan dan persaudaraan hanya kepada kelompok kelompok yang sempit. /fsp

Share :

Baca Juga

Germasa

INTERNASIONAL Bangga Dengan Keharmonisan Beragama Di Indonesia

Germasa

MANTAP. Kemenag Cetak Inisiator Muda Moderasi Beragama

Germasa

Ramah Lingkungan, Pdt. Margie: GPIB Terus Berdampak Di Mana Dihadirkan Tuhan

Germasa

EDITORIAL: Semua-semua Dipolitisasi, Jangan Golput, Lho…

Germasa

“Heritage Day” Merayakan Keberagaman Asal Usul Bangsa Afrika Selatan

Germasa

Yaqut Cholil Qoumas Ajak Dai Bumikan Gerakan Moderasi Beragama Sebagai Spirit Penguatan Bangsa

Germasa

Transformasi Digital, Pdt. Gomar Gultom: Orang Percaya Buzzer Daripada Pimpinan Agama

Germasa

Pemerintah Tetap Berhati-hati dan Pantau Perkembangan Covid19