Oleh: Dr. Wahyu Lay, GPIB Cipeucang, Bogor
Malam yang dibuntingi kekudusan
Memeluk syahdu seorang bayi
Sembilan bulan sepuluh hari
Menggeletak terkapar di kayu palungan
Tangisnya pertama di malam buta
Rakusnya melalap dada ibunda
Sama dengan bayi lainnya
Dari darah dan daging juga
Ia bayi berbunda dara
Lahir dari misteri yang tak pernah terbuka,
Tanpa gusar ditatapnya wajah bumi
Dengan cinta dimasukinya jagat ini!
Ketika bumi merayakan Kristus lahir,
Ketika bumi merasakan Kristus hadir,
Anehnya
Semua wajah begitu lembut
Semua tangan mesra bersalaman
Seakan tiada lagi kebencian;
Nyanyi dan lagu bergema di segala ruang
Menggantikan dentuman peluru perang,
Tak perlu takut diserang musuh,
Regu eksekusi melempar senapan
Untuk minum anggur seratus cawan;
Para pesakitan dan tahanan pinjaman
Punya waktu memijit diri sendiri
Karena berhenti dipukuli;
Juga si genit pelacur muda
Menutup pintu
Tidak terima tamu
Untuk semalam ini,
Sepoh-sepoh nada disapu keluar kamar
Dikuncinya diri, kusuk berpasrah dalam
doa
Ketika bumi merayakan Kristus lahir,
Ketika bumi merasakan Kristus hadir,
Semua dosa ingin dibuka
Dibawa menghadap Dia!
Tuhan,
Kami ingin mengeja doa
Membuka kesalahan, khianat dan dosa
Yang pernah bermukim didalam diri;
Tuhan,
Kami damba merangkul Yesus
Menyambung tali kekekalan yang pernah
putus
Biar tahu kami makna kelahiran ini
Bagi mereka yang terlunta di usia tua,
Bagi yang kedinginan di kolong jembatan
Bagi yang terlupa di sudut penjara,
Bagi mereka yang mengunyah enceng
gondok
Dihantui kelaparan dimalam tanpa esok,
Bagi jutaan insan yang tak berbapa
Dan berbunda lagi!
Biar mengerti kami arti kehadiran ini
Bagi peminta-minta dan para penganggur,
Para penjudi, penodong dan pelacur!
Lalu berhenti kami mengejar pelangi
nafsu
Membiak dendam, serakah dan benci
Yang membuat hidup menjadi banci
Tuhan,
Genggamlah kembali tangan ini
Supaya cinta utuh kembali
Mengganti keasingan di hati sepi! ***