JAKARTA, Arcus GPIB – Peka terhadap kondisi sosial di jemaatnya, tak heran kalau ia mau melakukan apa saja untuk mendatangkan damai sejahtera bagi warganya. Peduli terhadap kelangsungan masa depan gerejanya, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) ia pun hadir di Rakerdal PEG 2024 yang digelar di Jakarta belum lama berselang.
Ia adalah Pendeta Johny Alexander Lontoh, KMJ GPIB Paulus Jakarta yang berkesempatan diwawancarai John Paulus, Organizing Committee Rakerdal PEG 2024 yang menanyakan berbagai hal menyangkut aset-aset GPIB dan soal suksesi kepempimpinan Majelis Sinode 2025-2030. Simak petikan wawancaranya:
Pak Pendeta, bolehkah dijelaskan tentang Pembangunan Ekonomi Gereja GPIB!
Pembangunan Ekonomi Gereja, PEG bukan hanya bicara tentang pengelolaan keuangan gereja tapi bagaimana juga kita memelihara, menjaga aset yang kita miliki, bagaimana kita berdayakan aset itu sehinga bisa produktif dalam pengembangannya dan kita juga harus mengembangkan ekonomi warga jemaat. Dan gereja harus tampil tidak hanya meng-Collect sesuatu dari jemaat tapi berbuat sesuatu untuk jemaat.
GPIB dalam pemanfaatan aset. Apakah masih kurang!
Beberapa aset yang menjadi peninggalan Belanda ternyata begitu memang! Perpindahan ke Negara Republik Indonesia seringkali pada saat itu belum diurus baik, sehingga akhirnya sudah dikuasai pihak-pihak lain dan untuk sekarang ini aset itu banyak dikuasai oleh pihak lain sehingga terkadang tidak produktif dan upaya untuk mengambil alih aset itu untuk diberdayakan oleh GPIB merupakan kondisi tidak mudah yang harus dihadapi.
Artinya sudah kronis atau sudah berkepanjangan sehingga sulit atau?
Ya, dibilang kronis, mungkin bisa tetapi sederhananya sudah dikelola dan dikuasai oleh pihak lain.
Caranya untuk mendapatkan dan mengambil alih kembali hak milik kita!
Yang pasti yang sudah jadi milik kita itu hak milik kita dan yang sudah diambil pihak lain di jaman peralihan itu sudah tidak bisa diambil lagi. Kalau di negara kita melakukan proses negosiasi dan persuasive dan kalau tidak bisa kita lewat proses hukum dan ini tidak mudah, disamping dana juga sudah puluhan tahun dikuasai.
Saran anda untuk Dept. PEG soal Aset!
Yang pertama Harta Milik GPIB, itu milik Tuhan yang harus dikelola dengan baik dan kalau ada pihak-pihak lain yang sudah menguasai kembalikan pada gereja dan gereja harus mengelola dengan baik. Yang kedua adalah ketika gereja mengupayakan aset-aset baru boleh mebuatnya jadi bagus, perencanaannya bagus tapi doa adalah hal yang jauh lebih penting. Pengalaman saya baik itu di GPIB IMMANUEL Medan maupun sekarang di GPIB PAULUS Jakarta, kami mendapatkan sesuatu hanya dengan kekuatan doa, misalnya GPIB MADUMA Medan yang terbangun dengan dana 12 Milyar dan juga perolehan tanah dan bangunan di GPIB PAULUS Jakarta yang tinggal menunggu proses hibah dengan nilai 62 Milyar dengan luas 1260 Meter, ini semua karena tangan Tuhan yang berkarya. Yang kedua untuk mendapatkan aset jangan cuma panitia dibentuk tetapi yang utama adalah Doa karena Tuhan bisa melebihi kekuatan panitia sehingga saya senang dengan berkat dari Rasul Paulus ‘Damai sejahtera yang melampaui akal budi kita dan memelihara hati dan pikiran kita’. PEG harus masuk dalam proses pengembangan ekonomi warga jemaat contohnya market place, gereja itu jangan bicara damai sejahtera hanya di mimbar tapi jawab masalah pergumulan jemaat, kalau disitu ada kemiskinan jawab kemiskinan itu.
Apakah cuma internal aja kita berbuat PEG ini! Apakah bisa external dengan berbisnis!
Why Not, UMKM dikembangkan GBKP, Gereja Batak Karo Protestan, mereka buka market place online, satu bulan asetnya 4 miliar.
Gereja takut berbisnis! Itu Bagaimana!
Jangan kita terlalu berpikir apatis, begitu melihat gereja-gereja besar. Mari kita lihat kenapa kemarin Paus Fransiskus datang ke Indonesia, itu negara kecil tapi kenapa besar bukan hanya karisma secara spiritual, gereja katolik-pun kaya dengan aset-aset dan bisnis.
Jadi sebenarnya tidak ada yang melarang gereja berbisnis!
Yang terpenting untuk kemuliaan nama Tuhan, yang penting untuk pemberdayaan ekonomi warga jemaat, peningkatan ekonomi warga jemaat dan dijawab masalah kemiskinan itu dengan bisnis yang dilakukan gereja bukan untuk kepentingan pribadi.
Untuk 2025, sosok Fungsionaris Majelis Sinode (MS) seperti apa yang dibutuhkan!
Sekali lagi yang pertama kita harus berdoa minta Tuhan dengan Roh Kudus menunjuk dan menggerakkan kita untuk memilih orang yang bisa berpikir tidak hanya konservatif tapi progresif untuk pengembangan warga gereja dan saya yakin Tuhan siapkan siapa orangnya saya tidak tahu.
Kita harus berpikir jangan katak dalam tempurung, harus berpikir keluar, berpikir maju dalam pengembangan kehidupan ekonomi warga jemaat tidak hanya aset.
LAUS DEO