JAKARTA, Arcus GPIB – Bagi GPIB, harus diakui bahwa Kalimantan adalah negeri sejuta pos pelkes. Ratusan pos pelayanan dan kesaksian milik GPIB tersebar merata di Kalimantan.
Artinya, dengan banyaknya pos pelayanan yang ada disana harus diimbangi dengan kemauan, tekad dan semangat untuk terus menata pos-pos pelayanan ada di negeri suku Dayak ini.
Karena itu, membawa damai sejahtera bagi sesama dan seluruh ciptaanNya terus dilakukan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat di Kalimantan. Bulan pelkes menjadi momentum tahunan GPIB menyapa warganya di pos-pos hingga ke pelosok.
Pekabaran Injil yang digaungkan GPIB tidak hanya sekadar wacana, gereja ini terus berkutat, dari membangun secara fisik Gedung-gedung yang ada hingga pembinaan-pembinaan kepada warga jemaat dan presbiternya. GPIB melakukan itu dengan baik dan terprogram.
Majelis Sinode melalui Departemen Pelayanan dan Kesaksian (Pelkes) terus menggodok apa-apa yang mesti dilakukan terhadap pos-pos pelkes yang tersebar dihampir semua provinsi di Indonesia.
Pelkes GPIB juga terus berupaya menyentuh kaum marjinal masyarakat kota industri. Diakonia karitatif, reformatif, dan transformatif, terus diupayakan untuk selalu menjadi warna berpelayanan dan kesaksian GPIB.
Pada tahun ini ada beberapa bakal jemaat, yang bertumbuh dari pos pelkes GPIB, akan dilembagakan menjadi jemaat mandiri. Kalimantan Barat memiliki jumlah pos pelkes terbanyak yaitu 78 pos pelkes dan 7 bakal jemaat.
Dalam upaya pengembangan pos-pos pelkes GPIB menuju kemandiriannya, maka pesan bulan pelkes tahun ini menekankan pada sinergi bersama untuk menopang kemandirian tersebut.
Salah satu bentuk sinergi yang terjadi, tampak pada komitmen 82 Jemaat Pendamping yang mendampingi pos pelkes/bajem GPIB sampai pelembagaan bahkan pasca pelembagaan.
Tidak hanya itu, tentu saja, keberadaan 247 Jemaat GPIB yang lain, beserta seluruh unit-unit misioner yang ada, turut juga berjalan bersama dalam pengembangan pos pelkes.
Kisah-kisah menarik melayani di pos-pos Kalimantan memang tap pernah usai. Dari Regio II Mupel Kalbar, misalnya, untuk mencapai Jemaat Ekklesia Air Upas dan Jemaat Bethesda Marau harus melewati jalan yang cukup ekstrim, berlumpur dan licin.
Parahnya, akibat lumpur yang dalam dan kondisi jalan yang rusak parah sering terjadi kendaraan terjebak dalam lumpur dan mogok bisa sampai berjam-jam seperti yang pernah dialam pendeta-pendeta GPIB yang terjebak 7 jam di lokasi jalan rusak berlumpur tersebut.
Ketua Mupel Kalimantan Barat, Pdt. John Temmar mengatakan bahwa Kalimanatan Barat memiliki banyak keunikan dengan berbagai budayanya.
“Kalimantan Barat ini memiliki keunikan. Uniknya dengan medan pelayanan dengan berbagai macam budayanya yang ada. Bersyukur kita ditempatkan Tuhan disini,” kata Pdt. John Temmar dalam wawancaranya dengan arcusgpib.com.
Dikatakan, karena ketika masuk pelayanan di Kalimantan Barat akan berhadapan dengan tantangan-tantangan yang ada.
“Kita ada 18 jemaat mandiri dan 70 – 75 pos pelkes yang tersebar di Kalimantan Barat. Daerah-daerah dan medan pelayanan yang beragam, ada pos-pos yang sudah beraspak tapi juga ada pos pelkes yang masih sangat sulit dijangkau,” ungkapnya.
Di Marau, katanya, tempuh perjalanan berhadapan dengan lumpur, bergulat keluar masuk dari lumpur dari pos ke pos yang lain dan di daerah Entikong harus berhadapan dengan sungai.
Ketua Departemen Pelkes, Pdt. Sterra Gerrits mengapresiasi kerja layan pendeta-pendeta di pos pelkes yang terus berjibaku dalam karya layannya.
“Sebagai yang pernah di Kalbar dan pernah merasakan medan perjalanan seperti itu, saya pribadi sangat berterima kasih ada ibu pendeta dan rekan sepelayanan yang memperhatikan Kalbar. Kalau bukan kita siapa lagi,” ungkap Pdt. Sterra.
Menurutnya, di Kalbar, satu pos bisa mencapai 40-70 kk yang kadangkala tidak ada pendeta.
“Kasihan juga umat kita di pos pelkes, pendetanya pasti pontang panting dari satu pos ke pos yang lain. sehingga tidak jarang akan terdengar bahwa ada pos yang sudah dilayani oleh gereja lain,” tuturnya berharap visitasi tahun ini berdampak untuk Langkah-langkah kedepan khususnya perhatian pada jemaat-jemaat pos pelkes.
Mengenai jemaat pendamping, Pdt. Novita Rismayanti punya ide-ide yang bagus juga diterapkan agar pos-pos pelayanan ataupun bakal jemaat bisa mendiri.
“Saya sejenak berandai-andai jika jemaat yang mampu mendampingi 2 pos pelkes bagus juga,” tutur Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Petrus Jakarta ini.
Menurutnya, pendampingan itu bukan hanya soal finansial saja, tapi keterhubungan yang berkelanjutan untuk gerak layan bersama. /fsp