Oleh : Dr. Wahyu Lay, Dosen Filsafat, Warga GPIB Cipeucang, Jawa Barat
Seekor anak kuda, begitu lahir ia mulai berdiri dan mencari susu. Ia tidak perlu dididik atau diajar, sudah dengan sendirinya. Seolah-olah alam telah mengajarnya sejak dari kandungan sang ibu. Hewan sudah sejak kecil mengalami spesialisasi.
Kerbau, kuda atau anjing sudah ditentukan untuk bertindak sesuai dengan kodratnya. Kuda dari kodratnya sebagai kuda suka makan rumput, demikian pun kerbau. Kerbau dapat menanduk, tetapi tidak dapat menendang. Sebaliknya kuda tidak dapat menanduk tetapi dapat menendang.
Anjing dari sananya adalah makhluk pemakan daging atau dalam bahasa ilmu hayat carnivor. Manusia adalah makhluk yang bisa membuat segala-galanya. Ia bisa menendang, bisa mencekik, kalau perlu dapat “menanduk”. Diberi daun singkong, ia makan, di beri daging kelinci dimakannya pula.
Dasar filosofis dari pendidikan ialah bahwa manusia adalah makhluk jasmani-rohani. Ia adalah makhluk yang lamban. Tetapi dalam dirinya bertumpuk sejuta kemungkinan, potensi. Pendididkan dalam hal ini berarti mengaktualisasikan potensi-potensi, kemungkinankemungkinan. Tetapi karena ia seorang pribadi, atau persona, pendidikan berarti pula menciptakan manusia kreatif, dinamis.
Untuk Manusia
Manusia yang mampu menjalankan semua kegiatan, membutuhkan pendidikan. Ia bukan makhluk yang sudah jadi. Manusia adalah makhluk yang perlu belajar banyak. Titania si kecil mungil dari Cileduk, perlu di ajar ibunya untuk bisa mengisap susu. Dari bulan ke bulan, ia diajar berjalan, dari hari ke hari disuapi susu, makanan halus. Ladia pembantu rumah tangga dan sekaligus pengasuhnya mengajarnya menyebut nama mama dan papa.
Manusia adalah makhluk yang paling lamban menyesuaikan diri dengan alam. Fenomena pendidikan adalah khas manusia. Hanya manusia yang dapat dan mesti diajar atau dididik, si Hitam Manis dari Laut (nama seekor kuda), dapat dilatih untuk berlari cepat, melompat pagar, tetapi tidak dapat dilatih untuk berpikir bisa melompat atau berlari cepat. Latihan pada binatang tidak lain mengaktifkan kemampuan fisik yang sudah ada di dalam dirinya.
Berproses
Berpendidikan menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang berproses. Tingkatan pendidikan menunjukkan bahwa hidup manusia bertahap. Ia mesti diajar untuk melangkah dari tahap yang satu ke tahap yang lain. Hewan pada dasarnya adalah makhluk yang sudah jadi. Ia tidak membutuhkan pendidikan dan memang tidak bisa dididik.
Hewan tidak dapat berkembang. Burung pipit membuat sarang dari dulu hingga kini tetap sama bentuk dan ukurannya. Mungkin bahannya lain. Karena lingkungan sekitarnya.
Bila hidup di hutan belantara, ia akan membuat sarang dari ranting pohon. Bila dekat sawah ia akan membuatnya dari daun padi. Ia tergantung pada alam. Ia tidak akan mengimpor daun padi, kalau burung pipit itu hidup di pulau tanpa sawah.
Ia tidak pernah belajar arsitektur di perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas sarangnya. Pendidikan hanya untuk manusia. Dari segi ilmu pengetahuan, ilmu mendidik atau pedagogi termasuk dalam ilmu praktis atau teori praktis. Pedagogi sebagai ilmu mempunyai objek: merefleksi sistem dan proses mendidik.
Tujuannya ialah melihat nilai dan nilai itu menerangi dan mengarahkan tindakan atau kegiatan sang pendidik. Pendidikan lahir dari kebutuhan manusia dan bangsa-bangsa dengan dua motif.
Pertama, adalah riskan sekali membiarkan pendidikan tergantung hanya pada insting dan tradisi. Kedua, karena sangat riskan untuk melepaskan pendidikan hanya pada insting dan tradisi, maka dibutuhkan suatu bentuk pendidikan.
Puerosentrisme
Pendidikan adalah manifestasi hubungan sosial manusia. Dalam hal ini antara pendidik dan murid. Dilihat dari subjek pendidikan ada dua konsep. Konsep pertama, guru menjadi pusat. Semua tergantung pada guru. Kata-kata guru adalah emas, tidak boleh dibantah bila guru berkata, habis perkara.
Karena itu sering kita dengar dari mulut si Upik, ini mesti begini dan itu benar karena ibu guru Rina mengatakan demikian. Guru dilihat sebagai sumber pengetahuan yang tidak habis-habisnya. Konsep ini dianut sejak lama.
Tetapi dalam sitem modern, terdapat sebuah revolusi ala revolusi kopernikan. Bukan guru menjadi pusat, tetapi murid. Pemain utama dalam panggung pendidikan ialah si murid. Ia mesti menjadi aktif, suka meneliti dan dengan demikian ia menjadi makhluk kreatif.
Tetapi bimbingan guru tetap diperlukan agar kreativitas itu tidak menjadi liar. Gaya Pendidikan seperti ini disebut puerosentrisme (dari kata latin puer yang berarti anak).
Dasar filosofis dari pemikiran puerosentrisme ialah bahwa manusia adalah seorang pribadi, persona. Ia makhluk rohani dan jasmani. Kepribadian manusia terbentuk karena bawaan sejak lahir, warisan dan unsur-unsur yang diterimanya dari pengalaman.
Ahmad lahir di Tanah Sunda. Ia mendapat warisan tradisi dari leluhurnya, dari pengalaman pribadi di Bumi Parhyangan. Kepribadian ahmad merupakan kristalisasi dari unsur-unsur itu.
Tetapi struktur itu bukanlah barang mati. Kepribadian merupakan sesuatu yang dinamis, kreatif, dapat menyesuaikan diri dengan situasi. Manusia dari hakekatnya tidak ditentukan dan dibatasi oleh unsur-unsur asal, tetapi dapat berkembang menjadi lebih baik atau lebih buruk. Pokoknya, ada perubahan dalam diri manusia.
Pendidikan menunjukkan dan menggarisbawahi prinsip filosofis antropologis ini: manusia adalah makhluk dinamis, mampu berubah. Manusia selalu hidup dalam perubahan. Karena itu pendidikan bukan hanya untuk hari atau ketika masih disekolah tetapi sepanjang hidup.
Segi Pokok
Seluruh kegiatan pendidikan dapat dirangkum dalam toga segi pokok: personal, sosial dan kultur. Segi personal perlu diperhatikan, karena Endang yang kita hadapi bukan batu atau kayu tetapi manusia sebagai pribadi. Ia subjek bukan objek. Ia tidak seenaknya dipermainkan oleh guru.
Pendidikan dilihat dari segi personal, tidak lain menggugah, memajukan kegiatan sehingga anak didik dapat mengembangkan dirinya sendiri. Dalam hal ini pendidikan yang membuat anak menjadi tape recorder, sebagai perekam semata-mata, merupakan Pendidikan yang tidak manusiawi.
Sehubungan dengan ini Sokrates telah memberikan sebuah metode yang disebut metode maiutetik atau metode kebidanan. Anak didik diaktifkan untuk mampu mengeluarkan pendapat dan pandangannya sendiri.
Segi sosial menjadi salah satu segi pokok, karena pendidikan adalah sebuah kegiatan sosial, melibatkan sekurang-kurangnya dua orang yakni guru dan murid. Pendidikan dalam arti tertentu, mensosialisasikan seorang individu. Situasi pendidikan kelas, membuat anak belajar hidup bersama. Pelajaran yang diperolehnya adalah warisan hasil karya orang lain.
Dengan menghargai pelajaran atau pendapat orang lain. Dengan menghargai pelajaran atau pendapat oranglain, ia dilatih untuk menjadi lebih sosial. Segi kultural penting dalam menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya yang diberikan kepada pribadi si Rahmat merupakan hasil tempaan berabad-abad, dari generasi ke generasi, dari segi kebudayaan manusia atau pribadi tertentu ini adalah hasil dari masa lampau.
Cara berfikir seorang Jawa lain dengan cara berfikir seorang Flores. Tata krama seorang Sunda lain tata krama seorang dari Pulau Rote. Alasannya, mereka merupakan produk dari kebudayaan yang berbeda.
Tiga segi pokok ini berkaitan satu sama lain. Pendidikan manusia sebagai makhluk multi dimensi dan pendidikan manusia seutuhnya, menyangkut tiga segi ini.
Seorang yang aktif – keatif tetapi sangat egois dan individualis, bukan pribadi yang diharapkan dalam pendidikan. Seorang jenius tetapi tidak tahu sopan santun dan tata krama, akan menjadi manusia yang tersisihkan. ***