JAKARTA, Arcus GPIB – Pada tahun ini, untuk ketiga kalinya kita merayakan kebangkitan Kristus di tengah-tengah pandemic Covid-19. Dua tahun yang berat telah kita lewati bersama.
Sekalipun tertatih, kita melangkah dan masih akan terus melangkah. Inilah langkah-langkah iman, langkah-langkah dalam kepercayaan kepada Allah di dalam Yesus Kristus.
Iman seperti inilah yang ditegaskan Paulus ketika dia berkata “Aku yakin” dalam Roma 8:38. Kata ini bahkan dapat diartikan “Aku seutuh-utuhnya yakin.” Apa pun kata orang lain dan apa pun perasaan yang sedang dia alami, Paulus menegaskan bahwa tidak ada sedikit pun kabut keraguan yang menyelimuti dirinya.
Apa yang Paulus yakini? Ini: Tidak ada sesuatu apa pun di dalam ciptaan ini yang sanggup memisahkan umat percaya dari kasih Allah yang ada di dalam Kristus Yesus.
Paulus mengungkapkan keyakinan ini dalam konteks kenyataan kehidupan umat percaya yang sedang berada di dalam penderitaan dan kesulitan (Rm. 8:18). Penderitaan dan himpitan dapat datang dari pelbagai arah dan bentuk, seperti penganiayaan, kelaparan, kesesakan, dan ancaman maut.
Penyebabnya adalah adanya kuasa-kuasa yang memiliki kekuatan untuk menyakiti, merampas, bahkan menghancurkan. Kuasa yang dapat berwujud dalam bentuk kekuasaan pemerintah manusia maupun kekuasaan kerajaan kegelapan, kekuasaan yang di atas maupun yang di bawah, kekuasaan yang ada sekarang maupun yang akan datang, kekuasaan yang merusak kehidupan bahkan menghancurkan kehidupan.
Paulus menyadari semua itu nyata dan umat percaya harus menghadapinya. Lebih lanjut, Paulus menggambarkan kenyataan ini seperti orang-orang yang menghadapi maut sepanjang hari, atau dengan terjemahan lain “seperti orang-orang yang dibunuh sepanjang hari” (Rm. 8:36). Dalam kenyataan kehidupan demikian, Firman Allah menjanjikan, tidak ada kesulitan dan penderitaan apa pun yang sanggup merampas kasih Allah dari kita, dan tidak ada apa pun di dalam dunia ciptaan ini yang sanggup merampas kita dari kasih Allah.
Umat Kristiani yang terkasih, ada sedikitnya dua hal yang dapat kita refleksikan dalam perayaan Paskah tahun ini. Pertama, apa pun kesulitan dan beban berat yang kita pikul pada saat ini, kasih Allah yang telah dinyatakan kepada kita melalui kematian dan kebangkitan Kristus selalu beserta kita.
Kristus telah bangkit dan mengalahkan maut. Kita yang berada di dalam Kristus, mengalami kasih Allah yang dicurahkan kepada kita. Kasih Allah inilah yang memegang kita erat-erat. Kemenangan-Nya atas maut memberi kita jaminan bahwa tidak ada ancaman dan kesusahan seberat apa pun yang dapat mengalahkan Allah dan yang dapat mengambil kasih Allah yang telah Dia curahkan kepada kita.
Terkadang kita merasa lemah dan bahkan gemetar karena berbagai goncangan: pandemi yang tidak berkesudahan, badai Seroja dan bencana alam lainnya, bahkan goncangan iman kita. Kita sering merasa tidak cukup kuat untuk memegang Allah.
Namun, janji Allah kepada kita adalah bahwa Dia cukup kuat untuk memegang kita dalam situasi apa pun (Yoh. 10:29). Sekalipun kita “dibunuh sepanjang hari”, kita akan hidup dan berada dalam kasih-Nya karena Kristus yang bangkit itu ada di dalam diri kita. Kasih Allah yang akan mengiringi langkah kita untuk terus maju dan membangun setiap reruntuhan itu.
Kedua, kasih Allah di dalam Yesus Kristus adalah kenyataan yang paling berharga. Dengan memilikinya, kita bisa merasa cukup, bersyukur, dan berbahagia, sekalipun banyak hal yang terambil dari kita.
Banyak orang yang lebih memilih terpisah dari kasih Allah asalkan tetap terikat dengan kenyamanan dunia ini. Bagi mereka, kasih Allah di dalam Yesus Kristus kurang berharga dibandingkan dengan, misalnya, kepemilikan harta benda.
“Apa gunanya memiliki kasih Allah kalau kita harus hidup dalam kekurangan atau bahkan dalam penderitaan?” Kira-kira demikianlah pemikiran mereka. Memang, hanya orang-orang yang telah mendisiplinkan diri dalam kehidupan sederhanalah yang dapat dengan yakin mengatakan, “Tak terpisahkan dari kasih Allah adalah kenyataan yang cukup bagiku.”
Umat Kristiani yang terkasih, merayakan Paskah artinya merayakan kasih Allah yang dicurahkan kepada kita melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus - kasih yang memegang kita dengan erat dan kuat.
Tak terpisahkan dari kasih Allah inilah yang seharusnya membuat kita merasa cukup, puas, dan bahagia. Sekalipun di tengah-tengah kesulitan dan penderitaan, kita tidak terpuruk dalam kepahitan bahkan mengasihani diri sendiri, sebaliknya kita mampu menjadi pemenang.
Dengan demikian, hidup kita menjadi kesaksian bagi dunia ini, menjadi kabar baik dan kabar yang manis untuk saudara kita yang lain. Kasih Allah ini akan mengalir keluar dari diri kita dan membuat kita tetap memperhatikan sesama kita yang juga berada di dalam pelbagai himpitan dan kesulitan kehidupan.
Kasih Allah yang mengalirkan pengampunan dan rekonsiliasi di tengah-tengah konflik dan permusuhan di dalam masyarakat kita. Selama kasih Allah masih memegang erat-erat diri kita, selama itu juga kita dapat mengulurkan tangan menyalurkan kasih kepada sesama kita.
Selamat merayakan kasih Allah dan ketidakterpisahan dari kasih-Nya. A.n. Majelis Pekerja Harian PGI. ***