JAKARTA, Arcus GPIB – Semangat mewartakan Injil dari anak-anak muda ini patut diacungkan jempol. Di tengah dunia yang menawarkan segala macam kemewahan dan gaya hidup gemerlap mereka memilih untuk menjadi pendeta GPIB.
Sukacita, keceriaan saat bersama ke-66 vikaris saat pembekalan di Griya Bina Lawang 15/10/2022 s/d 13/11/2022 hingga pengutusan di GPIB Maranatha Surabaya nyata terlihat.
Proses pra vikariat dilalui dengan baik dengan segala tantangan yang harus dihadapi. Dari wajib mengikuti pembayatan ala militer di Rindam TNI Kodam Brawijaya dilakoni 66 vikaris GPIB ini. Usai bergulat ala militer, kawula muda ini melakukan perkujungan ke Rumah Pembinaan St. Jullie Billiart, Lawang.
Tidak mudah menjadi pendeta di GPIB. Di Griya Bina Lawang mereka wajib mengikuti pembekalan-pembekalan selama 2 minggu dari narabina internal GPIB hingga narabina dari luar yang disiapkan untuk itu.
Saat bersama calon-calon pendeta ini, terdengar candaan dan gurau soal cita-cita mereka kedepan. Terlontar keinginan tidak hanya sekadar menjadi pendeta tetapi ingin menjadi Ketua Umum Majelis Sinode dan Sekretaris Umum.
“Saya sih kepengennya mau jadi Ketum,” tutur seorang calon vikaris saat sesi foto di GPIB Immanuel Jakarta dan ditimpali yang lainnya sembari berkata: Saya jadi Sekum aja, ach…”
Yang lain pun menambahkan: “Saya jadi pendeta di Immanuel deh (Immanuel Jakarta, red). Harapan yang tidak sederhana dari remaja-remaja yang menggambarkan semangat dan sukacita untuk menapaki pelayanan di GPIB nan besar ini yang tersebar di 26 provinsi dangan ratusan pos-pos pelayanan.
Mengapa memilih menjadi Pendeta? Pertanyaan Frans S. Pong dari Arcus Media Network dijawab 4 vikaris ini:
MOSHE WILLIAM DANIEL
Mengapa ingin menjadi pendeta? Bagi Moshe William Daniel, S.Fil bahwa pekerjaan dan panggilan pendeta adalah pekerjaan yang dapat menyalurkan Hasrat untuk melayani di gereja, mengajar, serta menjadi penulis.
“Panggilan menjadi pendeta juga muncul karena adanya rasa kedekatan dan memiliki sebagai warga gereja, terutama gereja GPIB,” kata vikaris utusan asal GPIB Silih Asih Bandung.
MELINDA MARPAUNG
Sedangkan bagi Melinda Marpaung, S.Si, Teol dari GPIB Jemaat Immanuel Palembang, alasan menjadi pendeta berawal dari mengagumi sosok figur seorang Pendeta.
“Sejak saya kecil, saya dikelilingi oleh pendeta yang mendoakan saya saat saya sakit. Saya kagum dengan keramahan, kata-kata penghiburan, dan kerendahan hati dari seorang pendeta terhadap pasien dan juga keluarga,” tutur Melinda.
Lamban laun, katanya, kekaguman itu bukan berdiam diri, namun tekad dan keinginan untuk menjadi pendeta semakin membesar.
“Ternyata, di dalam keterbatasan saya, Tuhan memanggil saya dan menempatkan saya dalam bidang dan keinginan untuk terus melayani,” kata Melinda.
Perjalalan untuk menjadi pendeta dimulai saat Tuhan mempersiapkan komitmen untuk bersekolah teologi dan aktif dalam pelayananpelayanan di GPIB. Semakin hari, semakin ia menyadari akan keterpanggilannya untuk melayani Tuhan.
“Dan, itulah alasan yang selalu hidup dan hangat dalam pengembaraan hidup saya, terlebih untuk berproses dalam pemendetaan,” imbuhnya.
AKSELOFIRA KHIDSAL DUKHID
Sementara bagi Akselofira Khidsal Dukhid, S.Si Teol, menjadi seorang Pendeta yang dipahaminya bukan hanya menjadi sebuah profesi melainkan mengimani sebagai panggilan dari Tuhan untuk menjadi pelayan Tuhan ditengah jemaat.
“Saya memiliki motivasi diri untuk bisa menjadi pelayan yang memimpin, mengayomi, menjadi teladan yang baik serta dapat menjadi berkat bagi orang lain,” kata Akselofira asal GPIB Immanuel Balikpapan.
Alumni UKSW ini mengatakan, menjadi seorang pendeta bukanlah hal yang mudah. Segala bentuk persiapan diri harus dimantapkan baik dari segi pengetahuan, fisik dan mental.
“Maka dari itu dalam merespon panggilan Tuhan untuk menjadi pelayan-Nya saya menjadi pribadi yang terus berbenah agar dapat menjadi pelayanNya yang setia,” tandasnya.
ANANDA KEZIA Br. SEBAYANG
Bagi Ananda Kezia Br. Sebayang, S.Th asal GPIB Mangngamaseang Makassar, proses pemendetaan bagi dirinya adalah cara-cara yang Tuhan pakai mempersiapkan dirinya.
“Banyak cara untuk melayani Tuhan, tetapi saya mengimani bahwa Panggilan saya ada untuk menjadi seorang Pendeta,” kata Ananda.
Menurutnya, gambaran seorang Pendeta baginya adalah seseorang yang multitasking yang dituntut untuk mengerjakan apa saja, dalam kondisi apa saja dan dalam situasi apa saja. Amanda menyadari bahwa pelayanan menjadi Pendeta tidaklah mudah.
“Ketika kita mengikuti panggilan Tuhan sebagai hambaNya, maka Tuhan juga yang akan mengutusnya,” tuturnya membenarkan pesan-pesan dari Ketua Umum Majelis Sinode Pdt. Paulus Kariso Rumambi bersama dengan Pnt. Shierly van Houten.
Mengutus di sini, kata Amanda, memperlengkapi HambaNya untuk menjadi alat perpanjangan tangan Tuhan dimanapun dan kapanpun. ***
/Frans/Dennies/Arcus Media Network