Oleh: Dr. Wahyu Lay, GPIB Cipeucang Jonggol, Dosen Filsafat.
Sedikitnya John Fitzgerald Kennedy menulis dua buku, ketika ia jadi senator. Pertama, Why England Slept, ketika umurnya 23 tahun. Kedua, Profiles in Courage.
Buku memaparkan ihwal 8 senator yang berani, punya nyali mengambil keputusan tepat waktu, berani menyatakan sikap, berani bertanggung jawab, dan berani mengakui kesalahan.
Walhasil, kisah tentang profil politikus tulen, bukan politikus sontoloyo yang pengecut seperti burung unta yang menyembunyikan kepala tiap ada bahaya, bukan politikus yang kerjanya pringas pringis tanpa tujuan jelas.
John F. Kennedy memang menaruh hormat kepada orang-orang yang berani. Dan profil John juga pemberani. Ketika kapal terpedo yang di pimpinnya dihajar Jepang dan tenggelam di perairan New Gergia, ia tidak cari selamat untuk diri sendiri.
Ia gendong rekannya yang terluka, membopongnya berenang ke tepi sejauh tidak kurang dari tiga mil. Untuk keberaniannya ini, ia memperoleh medali dari angkatan laut.
Ketika John jadi Presiden AS, presiden termuda lewat pemilu sepanjang sejarah negeri itu, sambil terus duduk di kursi goyang akibat penyakit tulang punggungnya, mengambil keputusan-keputusan yang berani, lepas dari ada yang setuju atau tidak.
Ia ambil oper jadi tanggung jawabnya sendiri ketika agen-agen yang dilatih CIA gagal mendarat di Teluk Babi di Kuba, walau proyek itu sebenarnya sudah dirancang sebelum Kennedy naik jadi presiden.
Kennedy tidak lari dari tanggung jawab, walau bukan kesalahannya langsung. Dan presiden yang ganteng dan bersisiran rambut unik ini berani mengancam Uni Soviet supaya membongkar pangkalan missile-nya di Kuba, sebab dengan missile-missile itu AS bisa tersapu dari muka bumi.
Dan dunia mencatat keberanian Kennedy ketika ia ambil inisiatif usul pembatasan percobaan nuklir di atmosfer, tahun 1963. Juga tak lain dari Kennedy yang berani merombak jalan pikiran Amerika yang senantiasa condong memberi senjata kepada negara-negara berkembang demi membendung komunisme.
Juga memberi negara-negara itu bantuan ekonomi agar taraf hidupnya meningkat, karena senjata tidak bakalan bisa menyelesaikan masalah. Memang akhirnya John F. Kennedy terbunuh. Tapi jauh hari sebelumnya, ia sudah berkata “Aku terjun ke dunia politik karena kakakku Joe mati waktu perang dunia.
Kalau nantinya aku terbunuh, hendaklah adikku Bob menggantikanku. Dan kalau Bob terbunuh juga, Teddylah yang mesti menggantikanku”. Dan memang benar, baik John maupun Bob mati tertembus peluru sebagai politisi yang punya pendirian teguh dan tidak mecla- mencle. Dan, karena John F. Kennedy seorang berani, baik kawan maupun lawan hormat kepadanya.
Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Khruschov merupakan orang pertama yang menyatakan duka citadi pagi yang dingin di Kedubes AS di Moskwa, begitu dengar Kennedy tewas.
Begitu juga Robert Kennedy, ketika Bob menjabat Jaksa Agung AS, ia datang di Indonesia diutus kakaknya, sang presiden, untuk jadi penengah dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Usahanya ini berhasil dengan adanya KTT di Tokyo antara Presiden Soekarno – Presiden Macapagal dari Filipina, dan Tengku Abdurrahman dari Malaysia. Biarpun Robert Kennedy dapat lemparan telur busuk di UI, sepulangnya ia menulis buku kecil yang juga menunjukkan profil seorang berani.
Buku itu bersubjudul Just Friend and Brave Enemy. Kalau jadi sahabat jadilah sahabat yang setia. Kalau jadi lawan, janganlah jadi lawan yang pengecut. ***