Home / Perspektif

Selasa, 30 Agustus 2022 - 12:17 WIB

FILSAFAT NEGARA: Warga Negara Harus Memiliki Rasa Tentram yang Pasti

Foto ilustrasi, Frans S. Pong, Arcus Media Net Work

Foto ilustrasi, Frans S. Pong, Arcus Media Net Work

Oleh : Dr. Wahyu Lay Dosen Filsafat, GPIB Cipeucang, Bogor

KELUARGA ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani seseorang. Seorang dari kodratnya membutuhkan masyarakat yang lebih luas yakni masyarakat sipil dalam memenuhi kebutuhan pribadinya.

Masyarakat sipil tampak paling tandas dalam bentuk negara. Dalam negara, orang dapat memenuhi kewajiban dan juga hak sebagai warga negara dan sebagai manusia. Dari segi filsafat negara adalah juga masyarakat alamiah atau kodrati. Pandangan yang mengatakan bahwa negara adalah hasil buatan tidak dapat diterima.

Pendapat Thomas Hobbes adalah hasil buatan untuk meredakan prinsip yang ada dalam diri manusia homo homini lupus. Juga negara bukanlah hasil kontrak sosial yang dibuat semaunya, seperti yang kita temukan dalam teori J. Rousseau. Negara juga disebut masyarakat sempurna (societas perfecta, perfect society).

Alasannya, negara mempunyai semua hal untuk mewujudkan tujuannya. Orang tidak menggantungkan kehidupannya kepada bentuk masyarakat lain seperti kepada negara. Di dunia, negara merupakan bentuk bermasyarakat yang kodrati, tetapi juga paling ideal dalam memenuhi kebutuhan individu sebagai anggota masyarakat.

Negara, kendati pun merupakan masyarakat yang sempurna, tetap tergantung pada keluarga, karena keluarga membentuk negara. Ia tidak dapat mengganti kedudukan keluarga dalam membina kehidupan seseorang. Negara sudah semestinya membantu keluarga agar keluarga menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik. Bentuk Negara Bentuk negara sangat bervariasi.

Bentuk organisasi sebuah negara tergantung pada manusia. Orang membentuk sebuah organisasi negara tergantung pada tempat dan waktu. Bentuk negara di Inggris lain daripada di Itali, karena selain tempat, masyarakat, juga sejarah yang berbeda. Dengan demikian ada pilihan bebas terhadap bentuk negara monarki atau republik, Republik Presidensiil atau Republik Parlementer, dan banyak bentuk lainnya lagi.

Tetapi orang tidak akan menerima negara berbentuk tirani atau anarki, karena tidak sesuai dengan tujuan masyarakat sipil. Dasar dari pilihan terhadap bentuk negara, ialah bentuk negara itu dapat memenuhi kebutuhan bersama dengan baik.

Baca juga  Hidup Ini Terlalu Mahal Disia-Siakan, Terlalu Indah Diabaikan

Negara harus menjamin kesejahteraan bersama, baik rohani dan jasmani. Karena itu soal bentuk adalah sekunder. Semua tergantung pada waktu dan tempat. Pada setiap negara republik pun terdapat variasi dalam menjalankan kehidupan negara.

Bentuk ideal dari negara ditentukan oleh kemampuan negara, itu menjamin kesejahteraan bersama.

Tujuan Negara Setiap masyarakat menentukan tujuan negaranya. Tetapi satu tujuan umum dari negara ialah kesejahteraan umum dari warganya. Karena itu warga negara bukan untuk negara, tetapi negara untuk kesejahteraan anggota-anggotanya (warganya). Sudah sepatutnya warga negara bekerja sama dalam mewujudkan kesejahteraan umum.

Jika perlu ia diminta untuk memberi pengorbanan yang wajar dan bersifat sementara. Tetapi pengorbanan ini tidak boleh menghilangkan atau melecehkan hak-hak dasariah dan asasi manusia, yang ada kaitannya dengan segi rohani dan tujuan abadi dari kehidupannya.

Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warganya dan keluarga serta membantu mereka untuk melaksanakan hak-hak mereka. Tugas negara menghilangkan segala rintangan yang membuat orang tidak dapat mewujudkan kebebasan pribadi. Ia mempunyai tanggung jawab untuk menekan semua kekerasan dan tindakan yang merugikan individu dan keluarga. Kadang-kadang sulit mendamaikan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.

Karena kesulitan ini, maka terdapat kebutuhan untuk terus menerus mencari sebuah struktur masyarakat yang semakin berkembang dan semakin sempurna. Dalam usaha itu tetap dihargai hak dan kepentingan individu. Kesejahteraan individu dalam masyarakat itu menjadi perhatian utama.

Dasarnya ialah bahwa dengan memajukan kesejahteraan individu kita mewujudkan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Sebuah negara makmur dalam arti yang sungguh-sungguh, jika warganya sebagai orang per orang memang makmur. Perubahan Berdasarkan jalan pikiran yang telah disebut, maka adalah sah, jika orang mengadakan perubahan terhadap struktur politik yang tidak adil.

Baca juga  Pendeta Richard Agung Sutjahjono: “Saya Kesal,…

Setiap warga negara mempunyai tanggung jawab moral untuk menghilangkan ketidakadilan itu. Tetapi perubahan itu bukan dengan anarki. Orang harus menjalankan perubahan dengan cara yang sah pula. Cara yang tidak sah dalam mencapai keadilan, akan menimbulkan ketidakadilan baru. Dalam mengusahakan perubahan tidak berlaku adagium “tujuan menghalalkan cara”.

Perubahan dengan kekerasan atau dengan cara licik tidak dapat menghasilkan hal yang diinginkan. Kekerasan akan melahirkan kekerasan. Kelicikan tidak akan melahirkan kebaikan. Dalam kekerasan, timbul bahaya bahwa dari ketidakadilan kita masuk dalam sistem yang tidak adil yang baru. Kita tidak akan mencapai keseimbangan yang sehat dapat menjamin kedamaian dan kesejahteraan.

Keseimbangan yang sehat disini, tidak terdapat pada masyarakat yang kaku. Adanya keseimbangan yang bersifat dinamis akan menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan. Kreativitas individu yang tentu saja perlu dikontrol jika keluar batas dan perlu di dorong jika melempem, sangat penting untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Otoritas Salah satu unsur penting dalam negara ialah adanya otoritas.

Hal ini disebabkan bahwa tidak ada satu masyarakat pun dapat hidup tanpa otoritas. Karena negara merupakan lembaga yang bersifat kodrati dan karena itu mutlak perlu , otoritasnya secara dasariah harus tunduk kepada Pencipta alam semesta, yakni Tuhan. Batas dari otoritas ditentukan oleh hakikat otoritas itu sendiri dan tujuannya.

Negara tidak mempunyai hak untuk mengadakan intervensi atas hak individu dan hak keluarga dalam hubungan dengan hal-hal yang sangat pribadi sifatnya. Hak untuk mendidik anak, memilih tempat tinggal, adalah hak keluarga.

Negara tidak dapat begitu saja mengatur kehidupan beragama dan memaksa suara hati orang. Tetapi otoritas negara tidak dapat mentolerir tindakan orang yang melawan kesejahteraan umum, walaupun mereka mengatasnamakannya “kebebasan pribadi”.

Adalah sah dan legal jika otoritas negara mengadakan intervensi atas tindakan yang melawan kesejahteraan bersama. ***

Share :

Baca Juga

Perspektif

Vonis Hukuman Mati, Ketua Umum PGI: Hanya Tuhan yang Memiliki Hak Mencabutnya

Perspektif

PEMIMPIN Itu untuk Melayani Bukan Dilayani

Perspektif

PEMIMPIN Itu Konstruktif, Memberi Semangat Bukan Marah-marah

Perspektif

UGAHARI, Pendapatan Rp140 Miliar, Tapi Pakai Hp Jadul

Perspektif

PROFIL Keberanian Kennedy, Tidak Cari Selamat Sendiri

Perspektif

ARETE, Kepenuhan Fungsi Sebagai Manusia

Perspektif

Wow, Ternyata GPIB Punya Penyair, Griet Helena Luncurkan Buku “AKU, KAU, KITA….”

Opini

Sosialisasi dan Pembekalan bagi Pendeta tentang Perelevansian Materi Katekisasi GPIB