Home / Germasa

Jumat, 26 Agustus 2022 - 13:58 WIB

Tangkal Radikalisme, 13 Sinode dan Lintas Agama Ikut Workshop Pemuda Penggerak Perdamaian  

Sebagian Peserta Workshop Pemuda Penggerak Perdamaian.

Sebagian Peserta Workshop Pemuda Penggerak Perdamaian.

MALANG, Arcus GPIB – Radikalisme dan fundamentalisme selalu hadir dan mencari celah di tengah komunitas bangsa Indonesia. Radikalisme dan fundamentalisme dapat semakin kuat dan bertumbuh pesat di kalangan pemuda dan kehidupan politik jelang pemilu 2024.

Sebab itu, seperti dilansir pgi.or.id/ ditengah situasi seperti ini, komunitas agama termasuk pemuda, dipanggil untuk menghadirkan perdamaian di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.

Peserta aktif mendengar materi yang disampaikan Narasumber

Hal tersebut menjadi latarbelakang dari kegiatan Workshop Pemuda Penggerak Perdamaian dan Moderasi Umat Beragama, yang dilaksanakan oleh Kemitraan Emansipatoris PKN-PGI, di Majelis Agung Gereja Kristen Jawi Wetan Jl. Shodanco Supriadi 18, Malang, Jawa Timur.

Kegiatan yang berlangsung secara hybrid selama tiga hari (23-25/8/2022) ini, diikuti kaum muda lintas iman, termasuk perwakilan dari 13 sinode Gereja (GKI, GKPB, GKJ, GBKP, GMIT, GKS, GKJTU, GKST, GMIH, GPID, dan GKJW, serta perwakilan 3 lembaga (PGI, PGIW & SAG).

Baca juga  Dibuat Modul Liputan Konflik Keagamaan untuk Jurnalis Toleran

Di hari pertama, peserta mendapat pembekalan terkait Politik dan Agama yang disampaikan oleh Pdt. Retno Ratih S Handayani dari GKJ, dan mantan aktivis Gusdurian Mohammad Mahpur.

“Gereja-gereja di Indonesia dipanggil menjadi berkat bagi bangsa Indonesia dan turut memikul tanggung jawab dengan berpartisipasi secara positif, kritis, kreatif, dan realistis, dengan tetap berpengharapan demi transformasi menuju masyarakat berkeadaban,” jelas Pdt. Retno Ratih.

Sementara di hari kedua, secara khusus menyoroti Politisasi Identitas dan Peta Politik Elektoral 2024 dengan narasumber Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro, dan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) Jeirry Sumampow.

Menurut Bawono Kumoro, perkembangan politisasi identitas dalam kontestasi politik elektoral di Indonesia patut dicermati. Politisasi identitas berpotensi mengarah pada hal-hal kontraproduktif dengan tujuan demokrasi itu sendiri. Pertentangan politik berdasarkan identitas dapat merusak modal sosial sehingga menurunkan kapasitas bangsa Indonesia dalam menghasilkan pencapaian-pencapaian terbaik.

Baca juga  Wujudkan Gereja Hijau dalam Kehidupan Sehari-hari

Sedangkan Jeirry Sumampow melihat, politik identitas digunakan karena melihat Pemilu sebagai arena kompetisi, orang makin merasa aman dan berlindung dalam “kelompok sendiri”, sempit dan dangkalnya paham keagamaan, sebagai alat untuk mempengaruhi opini pemilih demi kemenangan, regulasi tak cukup “efektif” menjerat politik SARA, dan tak adanya gagasan baru.

Selain diskusi, dan sharing, lokakarya juga diisi dengan exposure ke Candi Patirtan Sumberawan, Jawa Timur. Usai kunjungan, mereka diminta untuk menuliskan pengalamannya.

Workshop yang mengusung tema Pemuda Penggerak Perdamaian dan Moderasi Jelang Pemilu 2024 ini, bertujuan agar termotivasi untuk gaya hidup damai dan moderasi di kalangan pemuda lintas iman, paham dan mensyukuri realitas kemajemukan dan tantangan radikalisme yang masih dan makin marak saat ini.

Selain itu, pemuda memiliki pengetahuan dan ketrampilan menjadi agen perdamaian dan moderasi di tengah masyarakat yang hadir jelang Pemilu 2024. ***

Share :

Baca Juga

Germasa

Sudah Biasa Bernapas? Pdt. Nicodemus Boenga: Tetap Perlu Latihan

Germasa

Hari Santri, Dua Pendeta GPIB Ungkapkan Rasa Sukacita

Germasa

Menag Yaqut Bangga Terhadap Pers Indonesia, Berkontribusi Memperkuat Moderasi Beragama

Germasa

Harkitnas ke-114, Kemenag: Mari Kita Terus Bekerja Keras  dan Bersinergi

Germasa

Tokoh Lintas Agama Serukan Pemilu Harus Damai!

Germasa

Pdt.Rumambi: Dunia ini Bukan Warisan Tapi Titipan yang Harus Dijaga

Germasa

Wapres Ma’ruf Amin Sanjung Olly Dondokambey Soal Ekonomi Syariah

Germasa

Dari Semiloka “Gereja dan Demokrasi”, Rocky Gerung: “Gereja Bisa Memilih Menjadi Oposisi”