PEKANBARU-Arcus GPIB, Mewujudkan Gereja Hijau atau Green Church amat sederhana, bisa dilakukan dalam kehidupan jemaat sehari-hari.
“Dari diri kita dan kemudian dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh, buang sampah plastik permen di kantong baju lalu nanti ketemu tong sampah baru dibuang,”kata Pdt. Jimmy Sormin, Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI dalam diskusi panel 3 Konsultasi Sinodal Ekologi, Sabtu (8/6) di Gereja GPIB Immanuel, Pekanbaru.
Sementara menurut Ketua II MS GPIB Pendeta Manuel Raintung bahwa gereja ramah lingkungan yang dicanangkan GPIB sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun lalu dan telah digumuli serta ditindaklanjuti dalam konsultasi ini.
“Jadi gereja yang ramah lingkungan sudah digumuli dan dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Bahkan untuk program khusus lingkungan, ada 5 pendeta di tahun 2025 nanti yang akan disiapkan secara khusus untuk studi lanjut program lingkungan hidup. Juga ada program gereja sahabat alam yang juga dicanangkan oleh PGI.”
Untuk proses penyadaran terhadap lingkungan hidup ini, kata Pdt.Raintung butuh mitra dan karena itu GPIB bekerjasama dengan berbagai pihak.
“Contoh ketika merayakan lingkungan hidup tahun ini sudah dimulai kerjasama membuat liturgi dengan STFT Jakarta,” katanya.
Pdt. Raintung juga menyampaikan untuk bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain terus dilakukan, misal program Eco Bhinneka dan Greenfaith, sehingga menjadi muara lingkungan hidup bagi gereja-gereja.
Sebelumnya Pdt.Ester Widiasih dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Jakarta (STFTJ) menjelaskan pemahaman Gereja hijau dan komunitas biru adalah gereja yang terlibat aktif dalam konservasi energi, konservasi air, pengelolaan sampah, gerakan bebas plastik, penanaman pohon yang menghasilkan buah, menggunakan kontruksi hijau dalam pembangunan, dan mendorong pertanian lokal dengan penggunaan pupuk organik.
“Kami terus mendorong dan bekerjasama dengan sinode-sinode untuk hal ini. Contoh yang sudah berhasil dilakukan di Sinode GMIT. Semoga juga GPIB juga terus melakukannya.”
Narasumber lainnya, Tri Ningsih dari Eco Bhinneka Muhammdiyah menyampaikan bahwa lingkungan yang baik mencerminkan keimanan kita. “Kami merasa bahwa menyatukan spiritual dan kelestarian lingkungan adalah hal yang wajib dilakukan karena akan meningkatkan kesadaran menjaga lingkungan untuk menjaga keimanan.”
Membangun kesadaran lewat Eco Bhinneka, kata Tri dimulai dari diri sendiri. “Jika kita bisa sama membuat gerakan bersama, misalnya membuang sampah dan memilahnya maka bisa dimulai dari keluarga. Bahkan kegiatan ini sudah dilakukan dilakukan di 4 daerah, yaitu Kalbar, Ternate, Surakarta dan Banyuwangi. Jika ini terus menular maka bisa dilakukan ke banyak daerah dan banyak orang.”
Setelah diskusi dilakukan penandatangan kerjasama dengan STFJ dan juga program Eco Bhinneka bersama Muhammadiyah dan program gereja ramah anak bersama PGI./phil