BANDUNG, Arcus GPIB – Semiloka “Gereja dan Demokrasi” yang digelar Departemen Germasa GPIB dibuka Ketua II Majelis Sinode GPIB Pendeta Manuel E. Raintung Minggu 27/10/2024 berjalan mulus dalam dinamika hangat di GPIB Sejahtera Bandung.
Cukup banyak peserta yang menghadiri Semiloka “Gereja dan Demokrasi” yang juga dihadiri Fungsionaris MS GPIB yakni Pendeta Manuel E. Raintung, Penatua Ivan G. Lantu, Panatua Edy Soei Ndoen, dan Penatua Victor Pangkerego serta Ketua Dept. Germasa Penatua Alex Mandalika.
Usai pembukaan tersebut, Panitia menghadirkan Pengamat Politik Rocky Gerung yang menyampaikan masukan-masukan berarti bagi pengembangan gereja pada umumnya kaitannya dengan demokratisasi gereja.
Ketua II Majelis Sinode GPIB Pendeta Manuel E. Raintung mengatakan, tujuan diadakannya Semiloka “Gereja dan Demokrasi” adalah untuk memperkuat pemahaman gereja tentang politik dan demokrasi untuk berperan dalam pemajuan demokrasi.
Ia juga menyebutkan, tujuan semiloka juga untuk membuat pemetaan untuk melihat peran politik seperti apa yang bisa dilakukan gereja dalam rangka pemajuan demokrasi serta merancang strategi keterlibatan dan partisipasi gereja (GPIB) yang lebih bermakna dan bertanggungjawab dalam konteks kehidupan kebangsaan.
Kegiatan ini, kata Pendeta Manuel, bisa saja dilihat sebagai tindak lanjut dari program Pendidikan Politik yang dilaksanakan dalam proses pemilu lalu, namun juga merupakan wujud tanggung jawab profetik GPIB ditengah bangsa ini.
Diharapkan kegiatan ini bisa menjadi momentum bagi GPIB untuk merumuskan perannya dalam konteks pemajuan demokrasi Indonesia. Semiloka “Gereja dan Demokrasi” dilaksanakan sebagai upaya untuk menjawab tantangan tersebut dengan mempertemukan pemimpin dan aktivis gereja, akademisi, dan tokoh masyarakat untuk berdialog, menganalisis, dan mencari solusi atas isu-isu demokrasi yang relevan bagi gereja dan bangsa.
Dengan demikian, semiloka ini diharapkan mampu memperkuat pemahaman umat tentang peran mereka sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan berintegritas dalam kehidupan politik, serta menumbuhkan sikap kritis dan partisipatif terhadap demokrasi.
Melalui kegiatan ini, gereja dapat memperkuat posisinya sebagai agen perubahan sosial yang mendukung terciptanya demokrasi yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan di Indonesia.
Kritik Rocky Gerung
Saat memasuki area pelaksanaan Semiloka dan diperkenankan menyampaikan materi, Rocky Gerung (RG) tampil apa adanya mengkritisi peran gereja yang kurang bergerak untuk menyatakan kebenaran sebagaimana seharusnya gereja berdemokrasi dan bagaimana gereja bersikap dalam pelayanan kasih.
Dalam acara yang dipandu Jeirry Sumampouw, Prakstisi Politik, RG menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan peserta yang merupakan utusan jemaat dan Mupel-Mupel.
Ketua II MS GPIB Pendeta Manuel Raintung menyatakan sependapat dengan apa yang dipaparkan RG dalam Semiloka tersebut.
“Saya juga sependapat dengan RG, jika dalam liturgi Gereja kita selalu mendoakan agar persembahan ditujukan untuk pelayanan kasih dan pelayanan keadilan tapi Gereja cenderung minim melakukan pelayanan kasih dan keadilan. Menjadi gereja untuk semua adalah ibadah yang sejati,” tandas Pendeta Manuel.
RG pun yang ternyata pernah menjadi warga jemaat GPIB Paulus Jakarta juga mengkritisi model pelayanan gereja, pendeta dan lain-lain. Ia menunjuk ada gereja yang dibangun indah tetapi disebelah kiri kanan disekitar gereja itu ada kemiskinan, ada rumah-rumah kumuh.
Ia juga mempertanyatakan adanya pernyataan “Demi Persatuan Tidak Boleh Ada Perbedaan” yang menurut RG perbedaan itu perlu dan harus diperdebatkan yang disebutnya sebagai Ora Isme juga bagaimana melakukan orasi politik.
Hampir dua jam RG melalukan “Orasi” di semiloka tersebut menjawab tuntas pertanyaan dan memberi masukan kepada gereja untuk tampil kritis menggaungkan kebenaran yang disebutnya sebagai minority complex.
Menurut RG, dalam hal berdemokrasi gereja bisa memilih menjadi oposisi dalam hal mengatasi ketidakadilan. Sayangnya, kata RG gereja lebih memilih “Ora” ketimbang “Labora”.
Ia juga menyinggng Politik Harapan, yang dianaggap sebagai solusi gereja untuk mengentaskan kemiskinan sebagai Minority Complex. Kepada gereja, RG meminta peran demokrasi gereja untuk menjadi jembatan dalam bersikap.
Disampaikan peran gereja dalam politik sangat baik karena dari situ politik gereja bisa mendistribusikan keadilan yang merupakan bagian dari demokrasi itu sendiri. /fsp