YOGYAKARTA, Arcus GPIB – Depertemen Germasa (Gereja, Masyarakat dan Agama-Agama) GPIB bekerja sama dengan ICRS (Indonesian Concortium for Religious Stadies) terdiri dari UGM, UIN Sunan Kalijaga, dan UKDW mengadakan PELATIHAN KEBHINEKAAN DAN BINA DAMAI kepada 31 peserta utusan Gereja GPIB terdiri Pdt. dan aktivis gereja usia muda lintas Mupel.
Kegiatan itu dilaksanakan di D,Senopati Hotel Jogjakarta, tanggal 4-10 Desember 2022.
“Jika kebhinekaan adalah given dan kedamaian adalah impian terdalam di hati semua manusia, mengapa kita masih perlu dilatih hidup berbhineka dan perlu dibina untuk hidup damai?” tanya Pdt. Nicodemus Boenga.
Jawabannya, kata KMJ Bahtera Kasih Bekasi ini, karena di dalam hidup bermasyarakat dan berbangsa, bahkan bergereja masih sering menyangkali fakta itu.
“Kita masih sulit menerima perbedaan sebagai rahmat. Kita masih merasa nyaman hanya dengan yang sama. Sejujurnya kita melihat, bahkan mengalami sendiri bahwa masih banyak perlakuan diskriminatif terhadap kelompok-kelompok tertentu di tengah bangsa ini hanya karena perbedaan agama, suku, ras dan golongan.”
Menurutnya, intoleransi dan radikalisme masih menjadi tantangan bersama yg perlu diperbaiki di bangsa ini.
Penelitian membuktikan bahwa lembaga-lembaga pendidikan justru menjadi bagian yang turut menjadi lahan subur tumbuh dan berkembangnya sikap radikalisme dan intoleransi.
“Menghadapi tahun demokrasi 2024 mungkin saja semangat primodialisme agama, suku, ras dan golongan akan makin menguat lagi, dan kebhinekaan kita tinggal slogan tanpa makna.”
“Tanda-tanda zaman menuju ke sana mulai kelihatan secara perlahan. Jika sikap dan tindakan intoleransi kita terus dibiarkan, maka bukan saja damai yang akan hilang dari bangsa ini, tetapi juga negara kita akan runtuh.”
“Sikap dan tindakan radikalisme, intoleransi dan anti kebhinekaan bagai gempa skala 8,9 Magnitudo bagi bangunan konstitusi NKRI. Kita perlu mengantisipasi bersama hal itu supaya bangsa kita tetap lestari, damai dan sejahtera.”
Gereja GPIB melalui Dep. Germasa mencoba berpartisipasi untuk antisipasi kemungkinan terburuk. Supaya Indonesia walau di tengah krisis global, diberkati Tuhan yang Mahakuasa tetap “gemah ripah loh jinawi”.
Semua peserta yang telah mengikuti pelatihan, sepulangnya didorong untuk membuat rencana tindak-lanjut dilingkungan pelayanan masing-masing.
“Menjadi jarum dan benang yang dapat menjahit perbedaan, bukan sebaliknya yaitu menjadi gunting yg merobek robek persatuan. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Bersama kita pasti bisa.”
Akhir kata. Pelatihan kebhinekaan dan bina damai adalah ibarat latihan pernapasan atau olah napas.
“Bernapas adalah hal yang alamiah, namun kita masih perlu latihan pernapasan, dan olah napas agar lebih sehat. Seperti itulah manfaat pelatihan kebhinekaan dan bina damai ini.”
“Kita dilatih supaya lebih sehat dan kuat dalam membina hidup yang berbhineka dan cinta damai di tengah masyarakat dan bangsa Indonesia. Kita menjadi agen pemersatu bagi yang berbeda, dan menjadi juru damai bagi yg berseteru. Tidak ada jaminan pasti berhasil tetapi ikstiar yg baik pasti diberkati. SOLI DEO GLORIA.” /fsp