JAKARTA, Arcus GPIB – Warga jemaat hingga kini masih dibingungkan soal tata cara ibadah dari ibadah yang adem ayem yang disebut-sebuat sebagai ibadah yang tidak ada Roh Kudus dan ibadah-ibadah yang semarak, antusias sebagai ibadah yang berkenan.
Terhadap hal tersebut, Pdt. Febry Chandra Parimo Rampengan meminta warga jemaat cerdas dan tidak terpengaruh oleh bermacam-macam pengaruh denominasi yang ada.
“Jangan jadi orang kristen yang bodoh, yang manut saja. Kayak kerbau dicucuk hidung, kesana percaya, kesini percaya,” kata Pdt. Febry Chandra Parimo Rampengan dalam khotbahnya di Ibadah Minggu, 24 April 2022 dari youtube GPIB Immanuel W.R. Supratman Mataram.
“Jadilah orang-orang kristen yang pintar, jadilah orang-orang kristen yang kritis untuk membedakan mana pekerjaan Roh Kudus atau pekerjaan roh yang lain,” kata Pdt. Febry mengurai teks Firman Tuhan dari 1 Korintus 12: 1-3.
Menurutnya, apa yang terjadi di jemaat sekarang ini tidak terlepas dari pengaruh bidat-bidat atau pengajar palsu yang terjadi di Korintus dahulu, pengaruh tersebut berkembang sampai pada hari ini.
“Kita kadang-kadang berpikir apa benar ya, apa yang orang katakan atau denominasi gereja lain katakan bahwa gereja protestan itu adalah gereja yang tidak punya Roh Kudus karena bentuk ibadahnya adem ayem tidak seperti yang lain,” kata Pdt. Febry.
“Kadang-kadang kita juga masih percaya bahwa apa yang terjadi bahwa asal orang sudah menyebut nama Yesus dan memakai Alkitab mengajak kita berdoa lalu kita kemudian kita begitu saja mudah percaya bahwa yang dikerjakan itu pasti hasil karya Roh Kudus. Padahal belum tentu.”
“Yang lain, kelihatannya dalam melakukan peribadatan begitu bersemangat, begitu antusias. Lalu kita dari protestan menganggap denominasi lain kayaknya tidak betul dan itu terjadi dan masih membingungkan.”
Soal Bahasa Roh, misalnya, denominasi lain menganggap bahwa memiliki kemampuan Bahasa Roh adalah hal yang utama dalam sebuah rangkaian peribadahan. Padahal, sebagaimana Alkitab menyebutkan Bahasa Roh ada pada posisi ke-7 bukan yang pertama.
“Allah mengaruniakan banyak karunia. Bicara karunia bukan hanya Bahasa Roh tetapi banyak karunia. Banyak orang sekarang ini selalu mendengung-dengungkan karunia Bahasa Roh seolah-olah itu saja karunia, seolah-olah itu yang paling utama,” tutur Pdt. Febry.
Yang penting, katanya, adalah bagaimana menggunakan karunia yang Tuhan berikan dengan hikmat dipakai untuk kemuliaan Tuhan.
“Apa gunanya bisa menyembuhkan, apa gunanya punya karunia untuk berkata-kata dalam Bahasa Roh tapi kalau semua dikerjakan tanpa hikmat, tidak ada gunanya,” kata Pdt. Febry.
Menurutnya, bukti kehadiran Roh Kudus dalam diri seseorang dapat dilihat bagaimana kehadirannya diantara sesamanya, bagaimana ia berinteraksi dalam pergaulan.
“Kalau masih mengumpat, masih mengeluarkan ujaran kebencian, nada-nada permusuhan maka tidak ada Roh Kudus dalam diri kita. Tetapi ketika kita berbicara dalam ungkapan-ungkapan rohani yang benar dan menghadirkan damai sejahtera, menghadirkan ketenangan, menimbulkan suasana perdamaian, tidak melukai hati orang lain, maka Paulus katakan itulah buktinya Roh Kudus yang memampukan kamu untuk menyampaikan kata-kata perdamaian,” tandasnya
Tujuh perkataan Tuhan Yesus saat di salib tidak ada mengeluarkan kata-kata mengutuk. Kata-kata yang keluar dari mulut Yesus adalah kata-kata yang penuh cinta dan kasih, kata-kata yang penuh perdamaian. “Kita tidak dizinkan untuk menghina dan mengutuk orang dengan alasan apapun.”
Tapi, katanya, ada orang yang rajin kirim kalimat-kalimat saleh pagi, siang, sore, lewat w.a tapi dalam kehidupannya sehari-hari penuh caci maki, kata-kata kasar keluar dari mulutnya. /fsp