JAKARTA, Arcus GPIB – Kekerasan terhadap anak di Indonesia terus meningkat. Mayoritas kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orang-orang terdekat korban.
“Data kekerasan di Indonesia semakin tinggi. Data ini setiap tahun semakin meningkat. Data KPAI ini sebenarnya fenomena gunung es, yang sesungguhnya terjadi di lapangan lebih banyak,” ungkap Pendeta Margie Ririhena De Wanna saat berbicara dalam Seminar Alkitab bagi Presbiter yang dilaksanakan Departemen Teologi dan Persidangan Gerejawi GPIB, 22 Juni 2024.
Dalam acara yang dipandu Pendeta Debbie Tohata, Pendeta Margie menyebutkan, tahun 2020 telah terjadi 4116 kasus dan Januari-November tahun 2022 terjadi 4124 kasus. Angka ini, kata Pendeta Margie yang terdata di KPAI belum termasuk angka yang tidak terdata.
“Kita mengucap syukur bahwa GPIB menjadi bagian dari Gereja yang komit mencanangkan, mendeklarasikan diri sebagai salah satu gereja Ramah anak di Indonesia,” tutur Pendeta Margie yang berada di Manado dalam rangka pembahasan Gereja Ramah Anak (GRA).
GRA adalah wujud pelayanan gereja secara holistik yang menjamin terpenuhinya hak-hak dan perlindungan anak, baik di lingkungan gereja, lembaga-lembaga pelayan milik gereja dan lingkungan keluarga.
Menurutnya, mayoritas pelaku kekerasan terhadap anak berasal dari orang terdekat korban, seperti keluarga di rumah dan lingkungannya. Pemerintah telah menyiapkan rumah perlindungan dan terus bersinergi dengan pihak kepolisian serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di kabupaten/kota untuk mengatasi kasus kekerasan anak.
Karena itu, kata Pendeta Margie, gereja harus meningkatkan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan terbaik anak, dan partisipasi anak sesuai tumbuh kembang anak, tanpa kekerasan dan diskriminasi.
Gereja perlu mengoptimalkan fungsinya di ruang publik yang dikembangkan menjadi tempat anak-anak berkumpul, melakukan kegiatan positif, inovatif, kreatif dan rekreatif yang aman dan nyaman serta terhindar dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk anak berkebutuhan khusus.
Gereja bertanggungjawab mewujudkan lingkungan untuk anak beribadah dan berkegiatan yang menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, serta berpartisipasi sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Gereja berperan untuk mewujudkan perlindungan bagi anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, agar terbentuk anak yang berkualitas, berkarakter dan sejahtera.
Juga, kata Pendeta Margie, perlunya memberikan pembinaan atau edukasi terhadap orangtua atau keluarga menyangkut perlindungan dan Hak Anak, serta penanganan kasus dan pemulihan jika ada kasus yang terjadi. Melindungi anak merupakan tanggung jawab gereja yang diamanatkan oleh UU No.35/2014 pasal 72. Perlindungan anak menjadi bagian/ dari Tri Tugas Gereja dan melekat pada jati diri gereja. /fsp