Oleh: Dr. Wahyu Lay, Dosen Filsafat
Ungkapan Urip Iku Urup (artinya hidup itu nyala) merupakan ungkapan yang saya pinjam dari salah satu kearifan lokal yang mengajarkan bahwa hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitarnya. Dan jika boleh saya mendefinisikan ulang, maka Urip Iku Urup adalah hidup yang menjadi berkat.
Tentu saja memiliki hidup seperti itu adalah baik, sebab dengan mengarahkan hidup pada halhal bermanfaat bagi yang lain membuat manusia yang lekat dengan egonya dimampukan mengesampingkan ke diriannya demi mendatangkan kebaikan bersama.
Disaat itulah, kita dihantarkan pada titik dimana manusia mampu memainkan hakekat peranan dirinya sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial disaat bersamaan, satu sama lain tidak saling meniadakan tetapi menyelaraskan diri demi terciptanya keserasian sejati hingga harmonisasi hidup mengalun bak pujian-pujian bagi sang Khalik pun tercipta.
Proses menciptakan keselarasan dan keserasian itu membutuhkan seni mengosongkan diri dalam bentuk kerelaan melepaskan fokus pandangan terhadap diri sendiri dan mengalihkan pada keberadaan kebutuhan orang lain demi menyatakan kasih sejati.
Cara pandang akan hidup seperti memang bukan hal yang baru dalam kekristenan, sebab Karya Salib Tuhan Yesus Kristus jelas menyatakan dengan lantang pengikisan egoisme dan egosentrisme menjadi bagian dari Kasih yang menjadi pesan utama Ilahi bagi dunia.
Untuk itu maka kehidupan setiap orang percaya yang menjadi bingkai pesan tersebut dituntut untuk dapat mencitrakannya dalam hidup sebagai kelompok orang percaya maupun yang terutus bagi dunia.
Alkitab bersaksi tentang orang-orang yang telah merespon Kasih tersebut disaat mereka telah menjadi berkat bagi yang lain, bagaimana dengan kita? Kiranya Damai Sejahtera dari Tuhan hadir di bumi seperti di surga. Amin. ***