JAKARTA, Arcus GPIB – Siapa yang tidak kenal GPIB Tugu? Gereja yang khas dengan bangunan lama dan juga dikenal dengan khas musik keroncongnya. Kini gereja yang berada di Jakarta Utara itu dalam renovasi.
Walau dalam perbaikan, tak menyurutkan minat pelayanan untuk terus dilangsungkan. Gereja yang berusia 274 tahun ini sebelumnya punya agenda besar yakni peneguhan Diaken dan Penatua yang tertunda-tunda karena gedung gereja dalam renovasi.
Setelah melalui pembicaraan panjang, baik di tingkat jemaat setempat hingga ke level Majelis Sinode, keputusan pun ditempuh untuk segera melakukan peneguhan Diaken dan Penatua pada Minggu 25 Desember 2022 bersamaan dengan ibadah Natal.
Dua acara sekaligus dilangsungkan menggunakan tenda yang dipasang di area gereja. Acara itu adalah ibadah Minggu Natal 25 Desember 2022 dan Peneguhan Diaken dan Penatua periode 2022-2027 sebanyak 46 orang.
Ini kisah menarik untuk disimak da mungkin pertama kali ibadah Natal dan acara peneguhan dilangsungkan bersamaan di bawah tenda-tenda yang membentang dikarenakan gedung direnovasi sejak pertengahan bulan Juli 2022.
Sebagaimana diketahui renovasi gereja yang saat ini dikerjakan juga meliputi 3 bangunan lainnya di sekitar gereja yakni gedung Serba Guna Yeruel, Panggung Seni dan Budaya, Pastori.
Ibadah Natal dan Peneguhan Majelis berlangsung khusuk, penuh keharuan juga karena juga dilangsungkan semacam pisah sambut dengan presbiter yang sudah tidak lagi akan menjabat baik karena usia ataupun tidak kembali terpilih.
Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Tugu Pendeta Eddy Rudolf Rade, S.Th dalam khotbanya mengajak warga jemaat meneladani sikap gembala di Effrata yang hadir membawa kabar sukacita bagi sesama.
Dikatakan bahwa dari gembala-gembala yang hina di padang Effrata kabar sukacita datang dan menggoncangkan dunia.
“Mereka (gembala) membawa sesuatu yang baru yang menggentarkan. Lalu kemudian menggoncang dunia ini dan mengatakan kepada orang banyak semua orang mendengar dan bersukacita,” tutur Pendeta Rade.
Tuhan memilih gembala untuk menyampaikan kabar sukacita. Di kalangan Yahudi pekerjaan gembala adalah pekerjaan yang hina, pekerjaan yang karena terpaksa saja, tidak ada pilihan. Gembala profesi yang tidak disukai orang banyak.
“Gembala tidak dipandang keren, tidak dipandang terhormat, sehingga orang menjadi enggan untuk ketemu dengan gembala,” tandas Rade.
Tapi di malam Natal, kata Rade, the First Noel gembala diajak untuk menjumpai Tuhan yang lahir di Bethlehem. /fsp