YOGYAKARTA, Arcus GPIB – GPIB menggelar Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.
Penatua Maxi D.A Hayer, S.H., M.H., CCD, CPIR kepada Arcus GPIB mengatakan, komitmen tersebut memiliki tiga point komitmen, pertama: Mendukung setiap gerak langkah pemerintah, Komnas Perempuan, elemen bangsa, dan masyarakat, dalam mengimplementasikan, UU 23/2004 tentang Penghapusan KDRT, UU 12 /2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan UU Terkait Lainnya.
Komitemen kedua, Membangun relasi bersama Aparat Penegak Hukum dalam menegakan hukum dan memberikan rasa keadilan bagi sesama. Terlebih para korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Perempuan, anak, dan korban krisis sosial lainnya,
Komitmen ketiga, menjadikan seluruh Jemaat GPIB dari ujung Sumatera, Kalimantan, Jawa-Madura, Bali, NTB, sampai Sulawesi Sebagai Rumah Perlindungan Bagi Sesama.
Mengapa 16 hari? Catatan Arcus GPIB mengutip Komnas Perempuan meneyebutkan, penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM perempuan, Pemerintah, maupun masyarakat secara umum.
Dalam rentang 16 hari, para aktivis HAM perempuan mempunyai waktu yang cukup guna membangun strategi pengorganisiran agenda bersama yakni untuk:
- menggalang gerakan solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM,
- mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para survivor (korban yang sudah mampu melampaui pengalaman kekerasan),
- mengajak semua orang untuk turut terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Strategi yang diterapkan dalam kegiatan kampanye ini sangat beragam dari satu daerah ke daerah lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh temuan tim kampanye di masing-masing daerah atas kondisi ekonomi, sosial, dan budaya, serta situasi politik setempat.Strategi kegiatan ini diarahkan untuk:
- meningkatkan pemahaman mengenai kekerasan berbasis jender sebagai isu Hak Asasi Manusia di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional
- memperkuat kerja-kerja di tingkat lokal dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan
- membangun kerjasama yang lebih solid untuk mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di tingkat lokal dan internasional
- mengembangkan metode-metode yang efektif dalam upaya peningkatan pemahaman publik sebagai strategi perlawanan dalam gerakan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
- menunjukkan solidaritas kelompok perempuan sedunia dalam melakukan upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. /fsp