BANDUNG, Arcus GPIB – Pemeran Ajeng di film pendek berjudul ‘Weton’ sangat bersyukur dan bangga film yang dibintanginya meraih juara 1 Festival Film Pendek Moderasi Beragama (FFPMB) 2023. Ajeng juga berterima kasih kepada Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) Balitbang Diklat Kementerian Agama RI yang telah menggelar festival film itu.
Sebelumnya, film ‘Weton’ diumumkan sebagai juara 1 oleh BLAJ pada Grand Final FFPMB 2023 dan ‘Talk the Peace: Berbeda Tapi Bersama’ berkolaborasi dengan PeaceGen di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Selasa, 24 Oktober 2023.
Seperti dilansir laman Kemenag RI, lakon bernama asli Shervin Anggraeni (23 tahun) ini menceritakan pengalamannya bermain film di sela gelaran Konferensi Moderasi Beragama Asia Afrika dan Amerika Latin (KMBAAA) yang diinisiasi Balitbang Diklat Kemenag RI di Bandung, Jawa Barat, Kamis (21/12/2023).
“Alhamdulillah, ini merupakan pengalaman luar biasa dan tak terlupakan bisa memproduksi bareng tim istimewa. Nggak nyangka bisa membawa nama Sunan Kalijogo, Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur hadir di acara keren ini,” ujar Shervin, sapaan akrabnya.
Lanjut disampaikan, Mahasantri Ma’had Aly Sunan Kalijogo, Poncokusumo, Malang, Jatim, ini mengatakan bahwa film pendek yang digarapnya bersama tim kecil itu tidak sekadar mengajari akting di depan layar kaca. Akan tetapi, memberi pelajaran tentang hal mendasar, yakni kemanusiaan.
“Dalam film ini kami tidak hanya belajar tentang dunia akting atau film. Tapi, kami juga diajak bagaimana belajar merespons fenomena kemanusiaan di sekitar kami seperti dikisahkan dalam film ‘Weton’ ini,” terangnya.
Saat ditanya mengapa timnya memilih judul ‘Weton’ untuk film pendek tersebut, Shervin mengaku karena latar belakang permasalahan yang mereka soroti terkait hitungan Jawa yang biasa disebut ‘weton’.
Saling Menghargai
Menurut dia, pesan yang ingin disampaikan film pendek ‘Weton’ adalah saling menghargai. “Jadi, film ini mengajak kita untuk belajar saling menghargai prinsip orang lain selama tidak melanggar norma. Baik agama, sosial, atau norma lainnya,” tutur Shervin.
Mahasiswi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Malang ini mengakui bahwa masyarakat daerahnya, yaitu Poncokusumo dan sekitar yang berada di lereng Gunung Bromo dan Semeru, masih mengunakan ‘weton’ dalam perjodohan.
“Namun, sebagai umat beragama kita perlu menyikapinya dengan bijaksana agar tidak terjadi benturan antara agama dan budaya,” tandas dara kelahiran Malang, 8 September 2000 ini.
Dengan digelarnya FFPMB 2023 ini, ia dan tim merasa terbangun pemikirannya bahwa toleransi beragama bukan hanya antara agama satu dengan agama lain. Akan tetapi, toleransi juga dibutuhkan antara suatu agama dengan budaya yang berkembang di masyarakat.
“Semoga Moderasi Beragama yang melahirkan toleransi semakin mewarnai demi menjaga perdamaian bangsa kita dan dunia,” ucap Shervin penuh harap.
Secara khusus, ia mengapresiasi tim kecilnya yang telah mempersembahkan film pendek berdurasi lebih kurang 10 menit itu dengan baik. Meski disiapkan dalam waktu singkat, namun mampu meraih juara 1.
“Terima kasih kepada penulis skenario dan sutradara, Mas Amrullah dan astrada Mas Erik. Juga kameramen dan editor, Mas Anas dan Mas Cica. Tak lupa teman-teman akting: Mbak Lila, Mas Adib, Mas Randi, dan Pak Sugianto,” pungkas Shervin. ***