PANGKALPINANG, Arcus GPIB – Ternyata korupsi itu penyakit lho. Situs Kemenkeu RI menyebutkan tindak pidana korupsi merupakan penyakit sosial yang telah merajalela di banyak negara, termasuk Indonesia.
Korupsi bukan hanya masalah hukum semata, tetapi telah menjadi ancaman nyata terhadap sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara.
Korupsi adalah perbuatan melanggar hukum yang merugikan keuangan negara dan pelayanan publik, mencakup berbagai bentuk, seperti suap, nepotisme, kolusi, dan penyalahgunaan wewenang.

Pemaparan data-data kasus yang telah ditangani KPK.
Secara formal Tindak Pidana Korupsi telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Di dalamnya, tindak pidana korupsi telah dijelaskan di dalam 13 pasal.
Lebih detil lagi seperti disampaikan Achmad Irsyad Darmawan, dari Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat – KPK, bahwa datang terlambat, dan buang sampah sembarangan juga merupakan perilaku koruptif.
”Tidak mau antri atau menyerobot juga merupakan perilaku koruptif,” tutur Achmad Irsyad Darmawan dalam forum Bimbingan Teknis Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Korupsi yang diikuti Tokoh Agama, Pemuka Agama, dan Komunitas Agama di Pangkalpinang, 14/08/2024.

Jenis-jenis gratifikasi, dipaparkan tuntas dalam forum Bimbingan Teknis
Ia merinci, perilaku koruptif lainnya adalah memakai kendaraan Dinas untuk keperluan keluarga, print tugas anak memakai printer kantor dan juga gratifikasi.
Disampaikan, modus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK hingga saat ini mencapai 1.580 kasus, gratifikasi atau penyuapan mencapai 1012 kasus.
”Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas dan fasilitas lainnya. Gratisifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atu tanpa sarana elektronik,” kata Achmad.
Membantu KPK
Peduli pada Pemberantasan Korupsi, dua pendeta Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) mengikuti Bimbingan Teknis bagaimana berperan serta dalam pemberantasan korupsi yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kedua Hamba Tuhan itu adalah Pendeta Berillos Panggabean KMJ GPIB Immanuel Tanjung Pandan Belitung dan Pendeta Evi Rumagit Zebua KMJ GPIB Efrata Toboali Bangka Selatan. Banyak manfaat yang didapatkan dari Bimtek itu.
Menjawab pertanyaan Pelaksana Redaksi Arcus GPIB Frans S. Pong, Pendeta Berilos Panggabean mengatakan, manfaat dari turut serta dalam Bimtek tersebut ia mampu berperan dalam melakukan penyuluhan terkait pemberantasan korupsi.
“Kami mampu mengambil peran penyuluh yang membantu gerak layan KPK di lingkup masing masing agama,” tandas Pendeta Berilos.
Dikatakan, kehadirannya pada event pemberantasan korupsi itu memenuhi undangan KPK RI yang diselenggarakan di aula Kementerian Agama Provinsi Bangka Belitung.
Tidak sendiri, Bimtek diikuti oleh 200 tokoh agama maupun organisasi keagamaan yang ada di provinsi Bangka Belitung. Dua narasumber dari KPK memaparkan tentang institusi KPK dan gerak KPK dalam mengedukasi ataupun memberikan pendidikan dalam berbagai elemen masyarakat dan juga melakukan tindakan-tindakan penangkapan bagi yang terbukti melakukan tindakan korupsi.
”Setelah mengikuti pemaparan, peserta terlebih khusus saya diperlengkapi dalam wawasan kebangsaan ataupun ke Indonesiaan yang di dalamnya diajak untuk bersikap jujur dan tidak melakukan tindakan korupsi,” imbuh Pendeta Berillos.
Setelah mengikuti giat ini, kata dia, menjadi mampu mengambil peran sebagai penyuluh maupun pendidikan dilingkup gereja sehingga membawa jemaat untuk hidup dalam kejujuran dan ketulusan dengan dasar iman kepada Tuhan Yesus.
Selain itu juga mampu mendampingi umat yang terjebak pada tindakan korupsi bagi tersangka maupun pendampingan buat keluarga koruptor.
Bagi Pendeta Evi, keikutsertaannya dalam Bimtek anti korupsi, sebagai tokoh agama dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan perilaku koruptif.
Dengan mengetahui perilaku koruptif peran serta tokoh agama dalam mencegah terjadinya tindakan pidana korupsi di tengah-tengah persekutuan dan masyarakat dalam segala kegiatan dapat lebih tepat guna melalui arahan, bimbingan, serta pengawasan yang tentunya mengikuti sistem dan prosedur yang seharusnya.
”Melalui Bimtek ini, selaku seorang pendeta, pastinya akan menyuarakan ajakan bagi seluruh jemaat agar tetap menanamkan 9 nilai integritas “JUMAT BERSEPEDA KK” – Jujur, Mandiri, Tanggungjawab, Berani, Sederhana, Peduli, Disiplin, Adil, Kerja Keras dengan tujuannya agar jemaat dapat menjaga diri sehingga tidak menumbuhkan perilaku Koruptif apalagi sampai melakukan tindak pidana korupsi,” tandas Pendeta Evi. ***