Home / Diakonia / Misioner

Sabtu, 23 April 2022 - 12:20 WIB

Hari Bumi: Bencana, Karena Manusia Tak Pernah Terpuaskan Sedang Mengubah Planet dan Kehidupan

Foto: dprkplh.tanahlautkab.go.id/

Foto: dprkplh.tanahlautkab.go.id/

JAKARTA, Arcus GPIB – Hari Bumi 2022 mengusung tema ‘Investasi Planet Kita’ atau ‘Invest in Our Planet’. Tema ini diambil karena masa depan ‘hijau’ mestinya jadi tanggung jawab semua orang agar bisa dituai kelak.

Hari Bumi yang dirayakan setiap tahun pada tanggal 22 April mengusung tema yang berbeda-beda, seperti ‘Restore Our Earth’ pada 2021, ‘Climate Action’ pada 2020, dan ‘Protect Our Species’ pada 2019.

Dilansir cnnindonesia.com mengutip dari situs Earth Day, Hari Bumi adalah momen untuk mengajak seluruh warga untuk bersama-sama untuk bertindak, berinovasi, dan menerapkan berbagai hal untuk membuat Bumi lebih baik.

Tema ‘Invest in Our Planet’ ini, menurut Live Science, dimaksudkan untuk mendorong bisnis, pemerintah, dan semua warga untuk bertindak sekarang juga terkait perubahan iklim dan isu-isu lain untuk masa depan yang berkelanjutan.

Bagaimana GPIB menyikapi Hari Bumi itu? Sabda Bina Umat (SBU) menyebutkan, eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran dan tidak bertanggungjawab, telah mengakibatkan bencana banjir, pemanasan global, kekeringan, kerusakan lingkungan, punahnya satwa Iangka serta kurangnya air bersih.

“Kita terpanggil bersama dengan semua anggota masyarakat untuk mengupayakan tindakan-tindakan kasih guna menjaga dan merawat kehidupan manusia dan bumi ini.”

Mengurai teks Firman Tuhan dari Yohanes 15 : 9 – 17 menyebutkan bahwa perintah untuk saling mengasihi juga berdampak luas terhadap bumi dimana kita tinggal.

Baca juga  Pengurus Mupel Jabar II Terbentuk: Fokus Penggalangan Dana Hingga Jemaat Terkait Hukum

Ajaran kasih menjadi ajaran luhur dari semua agama dan kepercayaan. Tuhan Yesus mengajarkan kasih terkait dengan penebusan manusia.

Tuhan Yesus sendiri menunjukkan teladan dalam memberlakukan kasih kepada manusia yang berdosa. Berdasarkan kasih, para murid tidak lagi disebut hamba melainkan sahabat. la tidak memandang murid-murid-Nya berdasarkan relasi antara majikan dan hamba, tetapi berdasarkan relasi kesetaraan.

Hidup manusia diletakkan pada posisi yang berharga di hadapan-Nya, dengan demikian mereka terpanggil untuk menjadi pelaku kasih.

“Di tengah kehidupan bermasyarakat yang sarat dengan kepelbagaian budaya, termasuk agama dan kepercayaan, tidak jarang kita mendapati perilaku di antara anggota masyarakat yang menunjukkan kasih.

Kelompok yang mengklaim dirinya mayoritas, melakukan pembatasan aktifitas, bahkan persekusi terhadap kelompok lainnya atas nama kebenaran yang bersifat subyektif.

Perilaku mengasihi di batasi pada kelompok atau golongan yang sepaham dengan dirinya saja, yang berujung pada konflik horizontal dalam kehidupan bermasyarakat. Pada gilirannya di perlukan langkah-langkah penegakan hukum, sebagai satu-satunya harapan terjaganya keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa ini.

“Kita berduka dengan saudara kita yang menderita di tempat pengungsian dan menjadi orang asing di tanah airnya sendiri. Kita terpanggil untuk terus menjaga perilaku yang mengasihi sesama tanpa pembedaan. Kita mengasihi sesama dengan segala keberadaannya, karena itulah panggilan kemanusiaan kita.”

Baca juga  WCC Akan Sikapi Berbagai Isu Publik dan Seruan Kepada Pemangku Kepentingan

Situs bbc.com/indonesia menyebutkan, Kecenderungan konsumsi manusia yang tampaknya tak pernah terpuaskan sedang mengubah planet dan kehidupan.

Bencana masa kini didorong oleh keinginan besar manusia untuk konsumsi, dan secara paradoks, itu adalah konsekuensi dari kehidupan manusia itu sendiri.

Lihat saja ke sekeliling – Anda dikelilingi oleh benda-benda material – entah barang itu benar-benar Anda butuhkan atau tidak.

Untuk setiap barang yang kita gunakan ini, ada konsekuensi global yang berkembang, yang perlahan-lahan melucuti kesehatan emosional manusia, menguras sumber daya Bumi, dan merusak habitat planet kita.

Jika dibiarkan, apakah ada risiko bahwa konsumsi manusia pada akhirnya dapat mengubah Bumi menjadi dunia yang tidak bisa dihuni? Apakah kita memiliki keinginan untuk berhenti sebelum terlambat?

Massa Antropogenik

Sebuah tim peneliti dari Weizmann Institute of Sciences, Israel, baru-baru ini menerbitkan sebuah penelitian yang membandingkan massa bangunan atau benda buatan manusia – alias massa antropogenik – dengan semua massa makhluk hidup lainnya, atau biomassa, di dunia.

Mereka mengungkapkan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, apa yang dibuat manusia, melampaui massa makhluk hidup lainnya./fsp

Share :

Baca Juga

Misioner

Maksimalkan Asset, Bendahara GPIB Edy Ndoen: Ada Peluang Kerja Sama Usaha

Misioner

Allah Kasih dan Memperhatikanmu, DIA Tidak Mempermalukan Umat-Nya

Germasa

Kasus Diskriminasi SMAN 2 Depok, Pnt. Ivan Lantu: Jangan Lagi Terjadi

Misioner

Sikapmu Menentukan Masa Depanmu, Pdt Darius Pakiding: Bermimpilah

Misioner

Allah Itu Kasih, Tapi Allah Juga Bisa Marah dan Menghukum Lho…

Misioner

Baksos Pelkes Mupel Jakarta Timur, Pdt.Manuel Raintung, Jangan Kalah Oleh Pandemi 

Misioner

KEHENDAK (3)

Misioner

“Apa Arti Hidup Bila Tidak Dikasihi Allah, Kenalilah Dia Allahmu”