JAKARTA, Arcus GPIB – John Calvin, seorang tokoh reformasi gereja bertanya saat memulai perjuangan mewujudkan keadilan sosial di Jenewa, “Mengapa realitas hidup masyarakat jauh berbeda dari idealisme sosial Kristen. Padahal di sana orang Kristen hadir.
Jawaban yang Calvin temukan adalah bahwa Gereja yang seharusnya paling pertama bergerak di garis depan dalam melawan kekacauan dan ketidakadilan, tapi justru di dalam Gereja terdapat kekacauan dan ketidakadilan. Mengatakan itu Ev. Gunawan STh, MDiv dalam acara Mimbar Kristen dalam situs Kementerian Agama baru-baru ini.
Menurutnya, saat membaca sejarah hidup Calvin akan mendapatkan catatan perjuangan Calvin yang luar biasa di tengah-tengah kondisi Jenewa yang kacau. Calvin bukan hanya menghadapi masalah filosofis-teologis tetapi juga praksis. Yaitu, berbagai permasalahan kehidupan sosial yang aktual dan nyata.
“Frasa yang dipakai Calvin untuk menggambarkan kekacauan dan ketidakadilan dalam Gereja adalah “hampir tak ada tatanan yang tersisa.” Sehingga, kesimpulan akhirnya – menurut saya sangat pesimis- yaitu: tidak ada pengharapan bagi terwujudnya keadilan sosial yang ideal,” tutur Ev. Gunawan.
Tapi apakah Calvin lalu hanyut dalam sifat pesimis? Tentu saja tidak. Dalam kondisi seperti itulah ia menetapkan prioritas utama panggilan hidupnya, dengan semboyan yang sangat kita kenal “Ecclesia reformata semper reformanda” yang artinya “Gereja direformasi dan selalu mereformasi;” Yaitu, mengadakan reformasi bukan hanya secara spiritual di dalam Gereja, tetapi juga secara sosial di luar Gereja.
Kepedulian sosial seperti itulah yang sejak awal diteladankan oleh Tuhan Yesus dan para rasul, dan menjadi jiwa dari Gereja mula-mula. Ini seperti yang dicatat oleh Tabib Lukas dalam kedua bukunya, yaitu: Kitab Injil Lukas dan Kitab Kisah Para Rasul. Sedikit berbeda penekanan dengan catatan para penulis Injil lainnya, maka dalam Injil Lukas, Tuhan Yesus ditampilkan sebagai pribadi yang peduli dengan keadaan sosial orang-orang di sekitar-Nya.
Mari kita lihat beberapa contoh diantaranya. Salah satu contoh yang paling tepat dan dramatis adalah Zakheus, yang kisahnya dikenal sejak Sekolah Minggu. Kisah ini hanya ada dalam catatan Injil Lukas (Luk. 19:1-10). Dia disisihkan dan diabaikan, mengapa? Wajar! Pekerjaannya sebagai pemungut pajak yang mencekik ekonomi orang-orang sebangsanya demi menyenangkan penjajah Romawi dan kemakmurannya sendiri. Ditambah lagi sekian banyak hal yang dianggap negatif lainnya.
Tapi, Tuhan Yesus begitu peduli dengan Zakheus yang tersisihkan dan terabaikan tersebut. Setelah perjumpaannya dengan Tuhan Yesus, saat itu juga terlontar kata-kata yang luar biasa, “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.”
Contoh-contoh kepedulian sosial lainnya adalah: Kisah Tuhan Yesus membangkitkan seorang anak muda di Nain. Sekali lagi ini juga hanya di catat oleh Lukas (Lukas 7:11-17), bahwa Tuhan Yesus care terhadap seorang janda yang anak laki-laki satu-satunya meninggal.
Dalam bagian-bagian lainnya, Tuhan Yesus juga dicatat Lukas dalam berbagai kesempatan memerintahkan untuk memberikan sedekah kepada orang miskin: saat menegur orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat atas kemunafikan mereka -ingat sedekah kepada orang miskin- (Luk. 11:41-42).
Demikian juga saat Dia mengajar murid-murid-Nya supaya tidak perlu kuatir menjalani hidup -ingat sedekah kepada orang miskin- (Luk. 12:33). Pun, saat Dia mengajar seorang pemimpin muda yang mencari keselamatan namun sangat terikat dengan kekayaannya -ingat sedekah kepada orang miskin- (Luk. 18:22), dan lainnya. /fsp