Di kalangan Yahudi kuno terdapat kanonisasi yang didasarkan pada kitab-kitab Yunani yang terdapat dalam Septuaginta.
ALKITAB yang kita pegang sekarang adalah Alkitab Terjemahan Baru yang di cetak pertama kali pada tahun 1974.
Sebelumnya yang digunakan adalah terjemahan lama yang berbeda sekali gaya bahasanya dengan terjemahan baru.
Kej 1 : 1 terjemahan lama memakai kata “Sebermula….” Sedangkan terjemahan baru mrnggunakan kata “Pada mulanya….”
Ini kalau dilihat dari bahasa dan ejaan bhs Indonesia. Bayangkan apa yang terjadi, sbb di atas dunia ini terdiri dari berapa ratus bahasa dengan ejaannya masing-masing.
Perlu diketahui pula, bahwa beredarnya kisah atau peristiwa dalam Alkitab itu pada awalnya melalui tradisi lisan, belum tertulis.
Sebelum adanya Alkitab tertulis, sebagai Firman Allah hanya disampaikan atau diteruskan kpd siapa saja melalui tradisi lisan selama ber-abad-abad lamanya. Setelah itu baulah ada Alkitab terulis dan dalam proses penulisannya, Firman Allah yang diterima oleh para nabi pada saat itu ditulis dalam bahasa tulis yang dikenal di zaman penulis kitab-kitab Alkitab. Ada 3 bahasa yang digunakan yakni Ibrani, Aramaik, dan juga Yunani.
Dalam penulisannya para penulis menggunakan beberapa media penulisan yang digunakan pada zaman tersebut. Salah satunya adalah perkamen yaitu berasal dari kulit binatang yang dikeringkan. salah satu salinan (sekali lagi salinan) Naskah yang tertulis di atas perkamen ditemukan pada tahun 1948 di Gua Qumran di tepi Laut Mati.
Salinan naskah Alkitab tersebut berusia ratusan tahun. Salinan naskah ini bisa bertahan begitu lama, karena Gua Qumran dengan Laut Mati merupakan titik terendah di atas permukaan bumi, berada 430 meter di bawah permukaan laut, sbb itu kedap udara, hampa udara. Danau Galilea saja berada 210 meter di bawah permukaan laut.
Media lain adalah papyrus yaitu berasal dari rumput papyrus yang dikeringkan. Ada juga yang ditulis di lempengan keramik dan codex yang sudah seperti kertas.
Kanonisasi Alkitab
Kata kanon berasal dari bahasa Ibrani, Qāneh, atau Kanon (Yunani) yang secara harfiah memiliki arti: gelagah atau buluh. Dalam dunia kuno, gelagah digunakan sebagai tongkat pengukur atau kayu penggaris untuk membuat garis yang lurus.
Kanon Alkitab maksudnya adalah peraturan, standar, ukuran yang dipakai untuk menentukan kitab-kitab yang diakui diilhamkan oleh Allah sendiri. Dalam Kanonisasi Alkitab akan dibagi menjadi dua bagian yakni kanonisasi Tanakh (Alkitab Perjanjian Lama) dan Kanonisasi Kitab Suci Injil.
Kanonisasi Perjanjian Lama (PL)
Ada beberapa hal yang menjadi syarat kanon ALKITAB PL Yang menjadi syarat pertama adalah tulisan harus dalam bahasa Ibrani, pengecualian untuk kitab-kitab dalam Aramaik seperti Daniel 2-7, Ezra (Ezra 4:8–6:18; 7:12–26).
Kemudian, tulisan itu harus disahkan dengan penggunaan di kalangan komunitas Yahudi, contoh : penggunaan Kitab Ester pada hari raya Purim memungkinkannya dimasukkan dalam kanon. Di samping itu, tulisan itu harus mengandung salah satu tema besar dalam Yudaisme, seperti pemilihan, atau perjanjian, dan harus ditulis sebelum zaman nabi Ezra, karena dipercayai bahwa wahyu sudah berhenti sejak saat itu.
Kitab PERJANJIAN LAMA (PL) selesai dikanonisasi pada 400 SM, lengkap dari Kitab Taurat sampai Kitab Nabi Ezra (pasca pembuangan dari Babylonia).
Umat Yahudi mengakui 39 surah dalam kitab PL (atau menurut mereka 22 surah karena ada beberapa surah yang digabung menjadi satu surah).
Di kalangan Yahudi kuno terdapat kanonisasi yang didasarkan pada kitab-kitab Yunani yang terdapat dalam Septuaginta ( PL dalam bahasa Yunani). Kitab-kitab Yunani tersebut di kalangan Yahudi kuno (juga pada masa Yesus dan jemaah mula-mula) diakui sebagai kanonis.
Yesus sendiri membenarkan otoritas PL. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kutipan pengajaran Yesus dari kitab PL. Di dalam Kitab Suci Injil, Injil Matius 5:17 tertulis:
“Μὴ νομίσητε ὅτι ἦλθον καταλῦσαι τὸν νόμον ἢ τοὺς προφήτας. οὐκ ἦλθον καταλῦσαι ἀλλὰ πληρῶσαι”
Artinya:
“Jangan menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat, yaitu hukum yang terdapat dalam Kitab Suci Taurat, atau firman yang telah disampaikan Allah melalui para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”
Dalam bagian lain kitab Injil, Yesus juga kembali menegaskan otoritas kitab PL, seperti dalam Injil Lukas 24:44 yang berbunyi:
Εἶπεν δὲ πρὸς αὐτούς. Οὗτοι οἱ λόγοι μου οὓς ἐλάλησα πρὸς ὑμᾶς ἔτι ὢν σὺν ὑμῖν, ὅτι δεῖ πληρωθῆναι πάντα τὰ γεγραμμένα ἐν τῷ νόμῳ Μωϋσέως καὶ προφήταις καὶ ψαλμοῖς περὶ ἐμοῦ
“ Lalu sabda-Nya kepada mereka, “Inilah yang Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu. Aku berkata bahwa semua yang telah tertulis mengenai Aku harus digenapi, baik dalam Kitab Suci Taurat yang disampaikan melalui Musa, dalam kitab tulisan nabi-nabi, dan dalam Kitab Zabur.“
KANONISASI PERJANJIAN BARU (PB)
Kitab Injil sendiri merupakan kelanjutan dan penggenapan dari PL. Kitab Injil berisi tentang Yesus, Ruh Suci dan Jemaah abad pertama. Ada beberapa standar yang dipakai untuk menentukan kanonisasi kitab Injil.
Yang pertama adalah Injil ditulis oleh orang-orang yang memiliki hubungan langsung dengan Yesus dan/atau para rasul Nya di abad pertama.
Kedua, adanya Kerasulan yang meneruskan tradisi rasuli /suksesi apostolik, yaitu murid dari para murid Yesus yang mengakui kitab tersebut.
Ketiga, ada yang disebut dengan ortodoksi dan antiquity. Ortodoksi yaitu masing-masing surah memiliki kesatuan (unity) yang berporos pada iman yang sama pada Yesus yang bangkit dan dimuliakan. Sedangkan antiquity adalah pengakuan kepada kitab-kitab yang lebih kuno atau yang paling dekat dengan zaman Yesus.
Syarat keempat adalah Injil tersebut diterima oleh jemaah mula-mula secara menyeluruh dan universal.
Seperti halnya kitab PL, kitab Perjanjian Baru juga mempunyai sejarah dalam penyusunannya. Dimulai dengan beredarnya kisah kehidupan Yesus secara lisan, di mana tradisi lisan ini berlanjut hingga abad kedua. Pada saat yang sama, pada generasi pertama pengikut Yesus telah muncul catatan tertulis tentang kehidupanNya.
Surat-surat Rasul Paulus juga sudah beredar di jemaah awal pada saat itu. Rasul Paulus menulis untuk memenuhi masalah spesifik di beberapa jemaah tertentu, dan dia mendorong distribusi surat tertulis tentang kehidupan Yesus
Koleksi surat-surat Rasul Paulus juga diakui oleh para rasul, seperti oleh Rasul Petrus, sekitar tahun 65 M. Hal ini dikuatkan juga oleh Clement dari Roma, yang menyatakan, “bawalah surat-surat Rasul Paulus yang diberkahi” dalam suratnya pada jemaah di Korintus sekitar tahun 100 M. Pertengahan abad ke-2, kitab Perjanjian Baru sudah dipakai dalam jemaat-jemaat di seluruh kekaisaran Romawi. Namun di sisi lain, jemaah awal ada juga yang memakai beberapa daftar isi yang berbeda karena keterbatasan komunikasi dan jarak.
Polikarpus (69 -155 M), murid dari Rasul Besar Yohanes, mengutip dari Injil Matius, Yohanes, 10 surat Rasul Paulus, 1 Petrus dan 12 Yohanes. Kemudian fragmen Papias (Papias merupakan murid Polikarpus) pada abad 1 M berisi tentang tradisi lisan cerita-cerita tentang kehidupan Isa.
Pada tahun 144 M, Marcion, seorang Gnostik (bid’ah pada masa itu), menolak semua tulisan dalam kitab PL yang bertentangan dengan pandangan teologisnya. Ia menolak semua Kitab Injil, kecuali tulisan Lukas dan Rasul Paul saja. Pada tahun 145-163 M, Justin Martyr (seorang filsuf dan penulis Kristen) mendaftarkan Surat Roma, 1 Korintus, Galatia, Efesus, Kolose, 2 Tesalonika, Filipi, Titus dan 1 Timotius.
Pada tahun 170 M, Irenaeus yang merupakan murid Polycarpus, mengutip semua kitab Injil. Ia mendaftarkan 23 dari ke-27 dalam kitab Perjanjian Baru. Dan pada tahun, 160 – 175 M, Tatian (murid dari Yustinus) menyusun kanon “Injil” dengan mengutip Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes yang disebut dengan Diatessaron (Keharmonisan antara keempatnya). Kitab ini menjadi cikal teks resmi pada jemaah Syria yang berpusat di Odessa.
Pada tahun 253-254 M, Eusebius (sejarawan Yahudi) dalam “Ecclesiastical History” menyatakan bahwa Origen menerima kitab PL ditambah surah Makabe dan Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes sebagai bagian dari kitab suci. Kitab yang disebut di dalam kanon: Markus, Lukas, Yohanes, Kisah Rasul, semua surat Paulus, I dan II Yohanes, Yudas, Wahyu Yahya dan Wahyu Petrus dan dua kitab Apokrifa lainnya, yaitu Hikmat Sulaiman dan Pastor/Gembala oleh Hermas.
Pada akhir Abad 2 M, Kanon Muratorian dikenal sebagai sebagai kanon kitab Perjanjian Baru paling awal yang sudah berisi 27 bagian sebagaimana yang ada sekarang. Pada tahun 367, Athanasius (Ulama dari Alexandria), menyusun daftar buku yang akhirnya menjadi kanon 27 kitab Petjanjian Baru. Ia yang memberi nama kanon (kanonizomena) untuk daftar itu.
Yang terakhir adalah sidang / muktamar-Hippo pada tahun 393-419 M. Agustinus, ulama jemaah dari Hippo menyatakan bahwa jemaah hanya boleh memakai kitab Perjanjian Lama (termasuk Deuterokanonika) dan ke-27 bgn dalam Alkitan Perjanjian baru.. Ada 3 sidang yang dilakukan oleh Agustinus untuk memastikan keputusan ini yaitu Sidang Hippo pada 393 M, Sidang Carthago pada 397 M, dan Sidang Carthago II pada 419 M.
Sidang Hippo ini dilakukan di Hippo Regius, Afrika Utara pada masa jemaah mula-mula. Dihadiri oleh Agustinus dari Hippo, Aurelius dari Carthage, dan banyak pemimpin jemaah dari berbagai propinsi yang berbeda di Afrika.
Pada sidang ini, untuk pertama kalinya, para ulama jemaah dari berbagai wilayah berkumpul bersama-sama, mengakui dan menyetujui daftar ke-27 bgn dalam kitab Petjanjian baru sebagaimana yang ada saat ini. Sidang-sidang lanjutan yang diadakan setelahnya adalah untuk mensosialisasikan hasil sidang tersebut agar jemaah-jemaah lain bisa mengetahui dan mengikutinya. Hasil sidang ini diakui dan diikuti oleh para pengikut Isa Almasih hingga saat ini.
Kitab Perjanjian Lama dan kitab Petjanjian Baru yang ada hari ini berasal dari perjalanan sejarah yang panjang. Tentunya, dengan proses yang demikian, jelas sekali bahwa kanonisasi kitab-kitab tersebut tidak dilakukan oleh satu orang atau pihak tertentu, melainkan merupakan suatu warisan dari jemaah dan para pengikut Yesus mula-mula, yang diakui dan diteruskan oleh para pengikut Yesus di zaman sekarang ini.
Oleh: Frans John Joseph Wantah, Pendeta GPIB