Home / Misioner

Selasa, 4 Maret 2025 - 10:47 WIB

Meeting Pra PST 2025 Sentuh AI: “Jangan Mendewakan, Kita Kendalikan Teknologi…”

Empat pendeta GPIB Pdt Prof. John Titaley, Pdt Prof. Geritz Singgih, Pdt Dr. Meilanny Risamasu, dan Pdt Dr. Cindy Tumbelaka dipandu Pdt Handri Yonathan bahasa tema 2025-2026.

Empat pendeta GPIB Pdt Prof. John Titaley, Pdt Prof. Geritz Singgih, Pdt Dr. Meilanny Risamasu, dan Pdt Dr. Cindy Tumbelaka dipandu Pdt Handri Yonathan bahasa tema 2025-2026.

JAKARTA, Arcus GPIB – Menjelang Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB  di Salatiga, Majelis Sinode GPIB telah menyelenggarakan kegiatan Pra PST GPIB 2025, Senin (03/03/2025).

Pertemuan sinodal zoom meeting yang diarahkan Sekretaris Umum Majelis Sinode Pendeta Elly D. Pitoy De Bell, S. Th mendapat respons luar biasa awak GPIB dengan jumlah kehadiran mencapai 600 lebih peserta.

Pertemuan Pra PST diarahkan Sekum Pdt Elly D. Pitoy De Bell, S. Th dan didukung Kadep Inforkom dan Litbang Pdt. Dewi Sintha dan Tim.

Sebagian peserta dari 600 lebih peserta antusias mengikuti Pra PST 2025.

Empat tokoh GPIB menjadi narabina dalam kegiatan Pra PST GPIB 2025 yang membahas tema tahunan 2025 – 2026, “Memperteguh Panggilan dan Pengutusan Gereja secara Intergenerasional dengan mendayagunakan Teknologi Digital untuk Mewujudkan Kasih Allah dalam Seluruh Ciptaan” yang diambil dari Yesaya 42:5-7.

Keempat tokoh GPIB tersebut adalah Pendeta Prof. John Titaley, Pendeta Prof. Geritz Singgih, Pendeta Dr. Meilanny Risamasu, dan Pendeta Dr. Cindy Tumbelaka.

Bahasan tema yang dikawal Dept. Teologi dan Persidangan Gerejawi dan Dept. Inforkom & Litbang cukup banyak memberi masukan untuk kemajuan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) termasuk kritik-kritik membangun bagi kemajuan gereja-Nya di Indonesia ini.

Guru Besar UKSW dan UKIM Prof John A. Titaley, Th.D mengatakan, misiologi Gereja di Indonesia adalah meneruskan karya Tritunggal yang telah menyapa bangsa ini dengan sikap yang inklusif.

Baca juga  Sesi Bina Karyawan Kantor Majelis Sinode: Pengajaran untuk Cinta Alam dan Peduli Sasama

“Saya memahami hal ini sebagai titik balik dari agama-agama Abrahamik yang eksklusif itu ke sikap inklusif dari Tritunggal karena keajaibannya di Indonesia. Itulah misi Tritunggal buat Indonesia. Gereja terpanggil meneruskannya dengan menyapa dan mengasihi sesamanya sebagai diri sendiri,” kata Titaley.

Dikatakan, mewartakan Tritunggal agar banyak yang menjadi pengikut Kristus harus dilakukan dan selanjutnya itu akan menjadi urusan Roh Kudus.

”Tugas kita adalah mengasihi mereka dalam segala bentuk termasuk di dalamnya adalah keluar dari getho gerejasentris ke masyarakat sekitar kita dan menyapa mereka dengan persoalan mereka dengan kasih,” tandas Titaley.

Prof. Dr (HC) Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D. mengatakan, Teknologi dan Budaya Digital tidak dapat dihindari, namun tidak boleh mendewakannya.

“Kita yang mengendalikan AI (Artificial Inteligence…), bukan AI yang mengendalikan kita,” tandas Singgih menunjuk peringatan Firman Tuhan di Yesaya 42:17 sebagai peringatan keras untuk tidak menggantikan Tuhan dengan berhala.

“Teknologi Digital juga bisa menjadi berhala,” tutur Singgih seraya menyarankan untuk tetap apresiatif dan kritis terhadap teknologi dan budaya digital.

Pendeta Dr. Meilanny Risamasu mengharapkan gereja tampil merespons emergensi ekologis yang telah terjadi. Kerusakan lingkungan yang terjadi sudah sangat serius.

Baca juga  Ada Banyak Orang Seperti Naomi dan Rut, Jadilah Berkat Bukan Menganiaya  

“Ini penanda degradasi nilai etis dan moral, juga menandakan realita ketidakadilan struktural dan kejahatan sistemik yang memperburuk kesenjangan sosial dan mengancam keberlanjutan hidup banyak komunitas, terutama mereka yang bergantung pada keseimbangan lingkungan,” tandas peraih Doktor Universitas Riau ini.

Menurutnya, dalam beberapa dekade terakhir, berbagai laporan ilmiah mengungkap betapa seriusnya ancaman yang ditimbulkan oleh kerusakan ekologi.

Panel Ahli PBB tentang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem (IPBES 2019) menyebutkan bahwa jutaan spesies berada di ambang kepunahan akibat aktivitas manusia, sementara ILO (2017) menegaskan bahwa masyarakat adat menjadi kelompok yang paling terdampak oleh perubahan iklim.

Di Indonesia, eksploitasi hutan dan sumber daya laut secara masif telah mempercepat bencana ekologis yang berdampak pada ketahanan pangan, penghidupan masyarakat pesisir, serta keseimbangan ekosistem.

Pendeta Dr. Cindy Tumbelaka yang meraih gelar doktor dari Sekolah Tinggi Filsafat & Teologi (STFT) Jakarta mengatakan, pelayanan intergenerasional bukan sebatas tentang pelayanan yang dikerjakan oleh orang dari berbagai generasi tetapi upaya untuk menghadirkan rasa kekeluargaan dalam persekutuan, pelayanan dan kesaksian gereja.

Bahwa rasa kekeluargaan itu menjadi dasar yang kuat bagi GPIB menerapkan pelayanan intergenerasional, di mana setiap orang terhubung dengan kasih, pemakluman, kesediaan untuk melibatkan yang lain, menghargai dan menopang hasil kerja yang lain serta menjadikan hasil akhir sebagai perayaan bersama.

Gagasan intergenerasional ciri khas dalam gereja memperteguh panggilan dan pengutusannya. Intergenerasional, adalah alternatif yang ditempuh GPIB untuk mewadahi kebutuhan gereja melibatkan orang muda dalam giat pelayanannya sambil tetap memberi ruang bagi orang tua berpelayanan. /fsp

Share :

Baca Juga

Misioner

Serah Terima KMJ GPIB Yudea: “Semangat Pelayanan yang Berpusat Pada Kristus”

Misioner

RAAL Griya Asih Lawang Dr. John Paulus: “Kasih Sayang – Mu Dinantikan”

Misioner

Konas Ke-XVII PKB PGI Di Halut, Sekum Michael Roring Tanam Mangrove

Misioner

HIDUP Dalam Kepatuhan Lewat Pengalaman Empirik

Misioner

HUT ke-43 Yapendik GPIB, Pembina: Didiklah Generasi Beradab

Misioner

Pertobatan Sungguh Hasilkan Buah Pertobatan yang Nampak Dalam Sikap Hidup

Misioner

35 Tahun Pelayanan: Semakin Diberkati Karena Melayani

GPIB Siana

Sukses Di Palembang, Leaders Meeting Kembali Digelar Di Bali