Home / Misioner

Kamis, 2 November 2023 - 16:02 WIB

Menghadapi Pilpres, Jeirry Sumampow, S.Th: Jangan Mau Diadu Domba

Praktisi Politik dan juga Staf Bidang Politik PGI Jeirry Sumampow, S.Th menerima plakat dari KMJ GPIB Filadelfia Bintaro Pdt. Dra. Yvonne Taroreh - Loupatty, M.Min

Praktisi Politik dan juga Staf Bidang Politik PGI Jeirry Sumampow, S.Th menerima plakat dari KMJ GPIB Filadelfia Bintaro Pdt. Dra. Yvonne Taroreh - Loupatty, M.Min

BINTARO, Arcus GPIB – Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Umum Lagislatif (Pileg) semakin mendekat. Ramai di media sosial dan jagad maya tak terhindarkan. Siapa memilih siapa semakin terdengar kencang berharap pasangan calonnya (Paslon) yang dijagokan terpilih.

Benarkah Pemilu kali ini rawan konflik? Praktisi Politik dan juga Staf Bidang Politik PGI Jeirry Sumampow, S.Th menjawab hal tersebut. Menurutnya, politik SARA (Suku, Agama, Ras)  dan politisasi identitas bisa jadi yang membuat kekisruhan.

KMJ GPIB Filadelfia Bintaro, Pdt. Dra.Yvonne Taroreh Loupatty, M.Min bersama narasumber dan Tim Pendukung Acara Talk Show.

“Apa yang bisa kita lakukan,” tanya Jeirry saat berbicara dalam talk show Pembinaan Politik di Jemaat GPIB Filadelfia Bintaro yang terselenggara atas kerja sama Komisi GERMASA dengan Komisi PPSDI – PPK Sabtu (28/10/2023).

Yang bisa dilakukan sebagai warga gereja adalah melawan politik SARA dan politisasi identitas atau agama dan jangan mau diadu domba serta tidak terjebak dan melakukan politik uang.

Ia berharap pemilih juga kritis dan cerdas menggunakan media sosial dan mau memberikan penguatan dan  pendampingan masyarakat agar bisa berpartisipasi secara substansial dalam proses Pemilu. Tidak sekedar menjadi penonton atau objek.

Audience dan narasumber, foto besama usai pelaksanaan talk show pembinaan politik di GPIB Filadefia Bintaro.

Politisasi SARA, kata Jeirry, menimbulkan kebencian dan permusuhan dan berdampak degradasi kesetaraan. Politisasi SARA adalah upaya untuk menumbuhkan sentimen politik dengan cara mengeksploitasi identitas sehingga menimbulkan kebencian dan  permusuhan terhadap yang berbeda dan  berdampak mendegradasi identitas.

Baca juga  Renovasi TK, SD, SMP Yapenndik Fajar Sion Rampung, Maylany Rumambi: Ada Tantangan

Dikatakan, munculnya Politisasi Identitas dalamPemilu sebagai arena kompetisi karena orang makin merasa aman dan  berlindung dalam “kelompok sendiri” seperti  Agama, Etnis, dll serta paham keagamaan yang sempit dan dangkal. Politik identitas dipakai sebagai alat untuk mempengaruhi opini pemilih demi kemenangan dan itu menjadi bagian dari strategi pemenangan.

Politik Kebhinekaan

Berkembangnya Politik Identitas juga karena regulasi tak cukup “efektif” menjerat Politik SARA. Kesulitan Penindakan Politik Identitas juga karena Perbedaan pemaknaan politisasi SARA ditambah proses penegakan hukum lemah dan waktu yang terbatas  untuk pembuktian.

Baca juga  Pendeta Salmon Bawole Ajak Calon Sidi Baru Percaya Diri: "Kamu Pasti Bisa"

Jeirry menilai, makin beragam masyarakat, ada kebutuhan besar untuk membangun persatuan. Persatuan yang dibutuhkan adalah rasa sebagai bagian dari satu bangsa yang punya komitmen untuk hidup bersama.

Paduan Suara Sangkakala hadir pada sesi bina talk show politik yang diselenggarakan Komisi GERMASA bekerjasama dengan Komisi PPSDI – PPK GPIB Jemaat Filadelfia Bintaro.

Menurutnya, persatuan menjadi buruk bagi keragaman jika ia diterjemahkan menjadi upaya penyeragaman, termasuk dalam anggapan adanya suatu “budaya nasional”.

Dikatakan, dengan Politik Kebhinekaan adalah mencari titik imbang keragaman dan persatuan.

Untuk itu, kata Jeirry, pentingnya partisipasi dalam Pemilu. Partisipasi memberi ruang dan kesempatan kepada rakyat dapat menentukan hak-hak dan mempengeruhi keputusan politik.

Partisipasi dalam Pemilu merupakan hak dasar sebagai bagian dari rumpun hak-hak sipil politik yang meliputi hak atas akses terhadap informasi, kebebasan berserikat dan berkumpul secara damai, memilih dan dipilih.

“Politik itu adalah Panggilan. Bagi gereja, politik adalah sebuah panggilan untuk melayani umat, bangsa dan dunia ini. Kita menolak menjadikan politik sebagai alat untuk melayani kepentingan pragmatis sekelompok orang saja atau untuk mengejar kekuasaan,” tandas Jeirry.

Sebagai sebuah panggilan, kekuasaan politik adalah titipan Tuhan untuk perjuangan demi mewujudkan keadilan, perdamaian dan kesejahteraan bagi semua.

Politik gereja adalah politik pelayanan, pembelaan dan pembebasan bagi yang terpinggirkan. Prinsip politik seperti ini seharusnya menjadi tolok ukur bagi gereja dalam mendorong partisipasi warga dalam Pilkada. /fsp

Share :

Baca Juga

GPIB Siana

GPIB Terus Merespon, Sekum Pdt. Elly Pitoy: Digitalisasi Seperti Air Menetes

Misioner

Refleksi Paskah GPIB Pniel Palembang, Menggugah: Allah Berkenan Kepada Perempuan

Misioner

Berserulah, Bertobat Bukan Karena Usaha Itu Pekerjaan Allah

Misioner

Jelajah Bengkulu: Ada Gereja Katolik, Ada GPdI, GPIB Dimana Ya…

Misioner

Kasus Poster Wanted GMKI Semakin Terang Benderang, Melenial Perlu Pastoral

Misioner

Arak-arakan Etnik Buka PST GPIB 2024 Di Samarinda

Misioner

FMS XX Gelar Acara Perpisahan Dengan Karyawan Kantor Majelis Sinode

Misioner

Visitasi Bajem PTH, Pdt. Marthen Leiwakabessy: Bangun Persekutuan yang Solid