Walau berpisah dengan istri yang saya tahu dia tidak menikah lagi. Saya juga tetap sendiri mengurus dua anak-anak yang masih sekolah di SD
GEMERLAP perairan laut Batam adalah gemerlap kemajuan ekonomi daerah ini. Derap gerak negeri yang disebut sebagai Otorita ini mamang punya nilai sendiri bila dibanding dengan daerah lain di Indonesia.
Batam tak pernah sepi dari mereka yang ingin berinvestasi disana. Yang pasti Batam memang selalu menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya karena memang menjanjikan untuk bisa meraih profit.
Tak heran kalau dulunya banyak yang datang ke Batam untuk mengadu nasib mencari pekerjaan di Batam yang letaknya berdekatan dengan Singapura.
Sektor kelautan memang menjanjikan. Catatan Arcus GPIB mengutip batampos.co.id, nilai ekspor hasil perikanan di Kota Batam terus menunjukan tren positif di sepanjang tahun 2024 ini. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan Kota Batam, hasil ekspor perikanan mencapai 2.406,5 ton, terhitung dari Januari hingga Mei 2024.
Capaian ekspor komoditi ikan tertinggi bulan ini terjadi bulan Januari yakni 546,06 ton dengan nilai ekspor Rp 24,7 miliar. Lalu disusul Mei 2024 dengan 504,62 ton dengan nilai ekspor Rp 23,6 miliar. Selanjutnya April 448,63 ton dengan nilai ekspor Rp 22,01 miliar, Februari 445,82 ton atau Rp 19,05 miliar dan Maret yakni 443,9 ton atau Rp 17,53 miliar.
Sayangnya, gairah kemajuan itu tidak dirasakan secara menyeluruh bagi warganya. Mungkin karena tidak adanya pemerataan atau mungkin garis tangan bagi lelaki ini yang biasa dipanggil Arya ini sehingga gemerlap Batam secara ekonomi tidak dinikmatinya.
Pria yang punya nama lengkap Firman Arya ini, bekerja sebagai nelayan berkisah kepada Frans S. Pong dari Arcus GPIB, saat bertemu dengannya di Pulau Padi, Batam saat ia sedang mengikuti ibadah Syukur Hasil Laut belum lama berselang. Ia bercerita bagaimana getir hidup yang dilaluinya ditinggal istri karena faktor ekonomi dan harus mengurus dua anak.
Diakuinya, menjadi nelayan dalam keseharian tidak dapat diandalkan untuk menafkahi keluarganya.
“Kalau lagi mujur dapat banyak tangkapan bisa dapat uang Rp350 ribu sehari. Tapi kadang-kadang tidak dapat apa-apa,” tuturnya memelas seraya menceritakan kondisi Pulau Padi yang tak berpenghuni.
Hari demi hari dilaluinya dengan tetap melempar jala dan menyelam mendapatkan tangkapan untuk diuangkan demi sesuap nasi bagi dua anak dan istri terkasih.
Sosok Arya bukanlah sosok yang beruntung ditengah perjuangan menata ekonomi rumahtangganya. Diakuinya, dengan pendapatan sebagai nelayan yang jauh dari sejahtera mempengaruhi kondisi rumahtangganya. Hingga pada akhirnya keretakan rumahtangga pun terjadi. Arya ditingga istri karena kondisi ekonomi.
“Iya, saya ditinggal istri, karena kondisi ekonomi, Pak. Istri saya pulang ke orantuanya di Kota Batam meninggalkan saya dan anak-anak,” kata Arya.
Dalam kondisi ditinggal istri itu, Arya masih berharap sang istri terkasih mau kembali ke rumah. Tapi apa daya perjuangannya sia-sia.
“Saya sudah mencoba mengajak kembali ke rumah, tapi gagal. Yach…sudah,” ujar Arya seraya menunjuk dua anaknya yang berada disampingnya.
Disampaikan walau berpisah yang cukup lama secara badaniah, baik sang Istri yang masih keruturunan Tionghoa maupun dirinya sama-sama tidak menikah.
“Walau berpisah dengan istri yang saya tahu dia tidak menikah lagi. Saya juga tetap sendiri mengurus dua anak-anak yang masih sekolah di SD,” tandasnya.
Memang tragis nasib Arya, dalam kondisi ekonomi yang berat ia ditinggal istri dan harus menanggung dua anak yang masih kecil-kecil yang masih membutuhkan perhatian kedua orangtuanya.
Gemerlap Batam tidak dirasakan Arya. Kilauan indah laut Batam saat malam tentu tidak ternikmatinya karena harus berjuang untuk hidup bagi dua anaknya, ke laut lagi, menebar jala atau menyelam mendapatkan tangkapan untuk dijual demi sesuap nasi.
Hasil laut yang mendatangkan pendapatan bagi Pemerintah Daerah Batam yang tidak sedikit, tidak dinikmati Arya. Arya tetap saja menjadi Arya yang harus mengurus dua anak dengan segala kekurangan dan beratnya hidup karena ditinggal istri.
Arya yang berjemaat di Pos Pelkes Sola Fide Pulau Lingka, GPIB Immanuel Batam terus menapaki kisah-kisah hidupnya di laut yang menjadi sumber kehidupannya walau dirasa ala kadarnya, jauh dari cukup. Ouh,… Arya. ***