Spritual dalam relasi kita dengan Tuhan dan perwujudannya harus dibuktikan dalam relasi kita dengan orang lain
KETIDAKPAHAMAN dalam memahami seseorang terkadang menimbulkan permasalahan, gaya, style dalam pelayanan kadang menimbulkan masalah, dan setiap orang punya cara tersendiri dalam mode, it’s me ! yang terkadang tidak dimengerti oleh orang lain.
Sebenarnya tidak ada masalah selama masih mengikuti etika dan aturan yang berlaku dan sebagai penulis tidak akan mengelaborasi tentang gaya, mode ataupun cara berpakaian kerena itu hak personawi masing masing.
Tiga tahun delapan bulan bukan waktu yang singkat, cukup panjang kalau kita sifatnya menunggu tetapi jika itu dilakukan dalam satu kegiatan yang aktif waktu akan berlalu dengan cepat dan tak terasa Pendeta Domidoyo Ratupenu sudah melaluinya sebagai Ketua Majelis Jemaat GPIB ’Pondok Ungu’ Bekasi.
Beliau datang melayani masih dalam suasana covid-19 yang secara otamatis segalanya penuh aturan medical, protokol kesehatan dan ini berdampak dalam segala lini.
Dan dalam melayani pasti ada pandangan yang berbeda dalam menanggapi sesuatu dengan rekan-rekan presbiter, pelkat dan komisi, namun ini tidak menghalanginya untuk tetap melaksanakan tugas dan tanggungjawab panggilan dan pengutusannya.
Perbincangan dengan beliau baik itu masalah dalam pelayanan maupun dialog diluar konteks itu banyak kami bicarakan, baik dalam acara bincang – bincang maupun tanya jawab dengan topik yang berbeda.
Mengambil waktu yang tak terlalu banyak kerena beliau akan segera Sertijab sebagai Pendeta, Ketua Majelis Jemaat kita masih sempat ngobrol sejenak tentang pelayanan yang sudah dipimpinnya dan Bung Domi berpikir sebenarnya di jemaat manapun hampir sama pergulatannya, pergumulannya dan mencoba membangun suatu perspektif baru ditengah tengah jemaat untuk melihat orang lain yang berbeda bukan sebagai musuh tetapi sebagai saudara.
Karena itu terus berusaha untuk membuka wawasan jemaat untuk melihat orang lain dalam perspektif persaudaraan dan persahabatan. Bagaimana dengan jemaat kita yang hanya terkungkung dalam kesalehan devotional, saleh secara spiritual yang hanya dalam gedung saja, tidak melayani keluar ! ya memang, hampir dalam sejarah gereja, orang lebih terfokus pada Ibadah yang sifatnya ritual tanpa mengingat bahwa Ibadah-Ibadah ritual itu harus diwujudnyatakan dalam tindakan sosial artinya ada perenungan, refleksi dari Ibadah ritual dalam relasi dengan masyarakat disekitar kita.
Jadi kita harus utuh, kerena manusia itu sifatnya utuh. Spritual dalam relasi kita dengan Tuhan dan perwujudannya harus dibuktikan dalam relasi kita dengan orang lain dengan membangun persahabatan.
Apakah dengan himbauan harus keluar melayani sudah terwujud! Yah , agak sulit bagi jemaat yang berorientasi kedalam, untuk membangun kesadaran bahwa orang lain juga butuh disentuh, karena itu butuh ketekunan dan konsistensi dan sudah dimulai di jemaat ini walaupun sifatnya karitatif yang dilakukan oleh Pelkat GP pada saat Ibadah Puasa saudara kita dan kunjungan kasih Pelkat PKP di Panti Wredha Hanna Bogor.
Diakonia Karitatif dan Diakonia Transformatif sudah dijalankan di jemaat , apa yang harus ditinjau lebih lanjut! Diakonia Karitatif tidak boleh diabaikan terus dilakukan dan bersamaan dengan itu kita tak boleh lupakan Diakonia Transformatif yang diperuntukkan bagi anak-anak yang ada di jemaat, yang tak bisa kuliah kita bantu supaya dia membantu kerena kita harus ingat juga bahwa kita diselamatkan oleh Kristus untuk kembali menyalurkan keselamatan itu pada orang lain.
Kedepannya Jemaat ‘Pondok Ungu’ bagaimana ! Datang sebagai pendeta dengan satu kesadaran berpikir bahwa saya adalah bagian dari jemaat dan kerena itu saya tidak pernah mengatakan, mengangkat identitas saya sebagai pendeta, saya selalu mengatakan kepada rekan-rekan lihat saya sebagai Domi.
Sebagai manusia dengan demikian kita bisa punya relasi yang lebih dekat, tapi kalau kita belum apa-apa sudah mengatakan saya ini pendeta, saya ini KMJ, kita akan ada jarak, oleh sebab itu saya berusaha sedemikian rupa merobohkan dan menghilangkan jarak itu.
Sehingga warga jemaat bisa melihat saya sebagai teman, sebagai sahabat yang bisa diajak bercanda, yang bisa diajak ngobrol, yang bisa diajak ketawa, barangkali bisa juga diajak untuk menangis, Ini Penting ! Kerena dengan demikian saya merasa dihargai dan melihat mereka sebagai manusia yang perlu disahabati. Teruntuk Jemaat ‘Pondok Ungu’ Bekasi , pesan saya sebagai mantan leadership, mantan pelayan selama tiga tahun delapan bulan untuk tidak merasa rendah diri, jangan merasa tidak mampu, percaya kita mampu, kenapa ! kerena Allah yang akan memampukan dan percayalah bahwa jemaat kecil itu punya potensi untuk berbuat banyak ketimbang jemaat besar yang sering kali tidak mengenal antara satu dengan yang lain.
Kerena seringnya melakukan dialog dengan beliau tibalah suatu kesimpulan walaupun tidak menyeluruh bahwa akhirnya dapat dikatakan bahwa setiap pimpinan punya style, fashion, mekanisme kerja yang berbeda dan untuk memahami kembali kepada diri kita masing-masing, tetap semangat berkarya diladang Tuhan, perbedaan jangan jadi hambatan melainkan merupakan karunia Ilahi yang harus dijaga dalam bentuk saling mengasihi, saling menghormati dan saling menyayangi.
John Paulus , Yayasan Diakonia GPIB