JAKARTA, Arcus GPIB – Lulus dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT) dengan menggondol dua gelar insinyur, sempat belajar menjadi pilot serta berhasil mendapat lisensi sebagai pilot privat.
Ia adalah Joyce Lin. Berpengalaman sepuluh tahun sebagai opsir Angkatan Udara lalu bekerja di sektor swasta cybersecurity. Namun desakan jiwanya untuk terlibat dalam pelayanan Kristiani tidak kuasa dia tolak.
Mengutip laman gkjjakarta.org, semangat itu membawanya belajar di sekolah teologi Gordon-Conwell. Di situ Joyce berkenalan dengan Mission Aviation Fellowship (MAF) yang melayani penerbangan di kawasan terisolir pedalaman Papua, Kalimantan dan beberapa negara di Afrika.
Joyce membawa kabar baik dan cinta-kasih Kristus ke daerah-daerah terpencil.
Saat magang antar semester, Joyce memilih ke Papua untuk belajar bekerja pada MAF. Pada waktu kembali ke kampus ia bertekad melamar bekerja di MAF setelah studi teologinya selesai, walaupun tidak ada jaminan bahwa dia akan diterima.
Untuk MAF, Joyce juga harus memenuhi standard MAF dengan belajar instrument rating dan mendapat lisensi pilot komersial. Sementara dia juga harus dapat mengelola sakit punggungnya yang sering kambuh.
Peluang terbuka bagi Joyce, dan setiap rintangan teratasi. September 2019 Joyce tiba di Sentani, Papua sebagai pilot MAF dan spesialis IT.
Dengan cepat Joyce menyesuaikan diri dan menjadi bagian dari tim. Ada saat yang sangat istimewa buat Joyce. Hari itu seorang perempuan yang sedang sakit tidak mungkin duduk di dalam pesawat terbang, sehingga Joyce membantunya di lantai dan mengikatkan pengaman pada tubuhnya, lalu dia berdoa.
Air matanya menggenang dan suaranya serak menyelesaikan doanya. Bukan air mata duka tetapi air mata haru karena dia dapat membawa kabar baik dan pengharapan. Sebuah momen yang istimewa buat Joyce.
Lalu pesawatnya lepas landas dari sebuah airstrip sederhana di pegunungan Papua, menerbangkan pasien itu ke kota Sentani untuk mendapat perawatan yang diperlukan.
Itulah penerbangan evakuasi medis pertama MAF sejak lockdown Covid-19, dan menjadi penerbanan evakuasi medis yang pertama dalam pelayanan Joyce.
“Saya merasa mendapat keistimewaan dapat melayani gereja-gereja dan para pewarta Kabar Baik di Papua yang terus berusaha menjangkau desa-desa yang terisolir agar penduduknya dapat mengalami transformasi secara fisik dan spiritual,” tutur Joyce.
Direktur wilayah serta rekan-rekan sekerjanya memberi kesaksian tentang dedikasi Joyce yang luar biasa dalam komitmennya untuk dipakai oleh Tuhan membagikan kasih-Nya kepada sesama.
Joyce mengatakan kepada anggota tim bahwa dia merasa menemukan makna hidupnya dalam pelayanan melalui MAF di Papua.
Dia merasa impiannya menjadi kenyataan melalui tugas-tugas dan tanggung jawabnya di Papua. Kerjanya dihargai dan membawa manfaat utamanya bagi mereka yang terisolir, dan Joyce selalu dapat melihat harapan dibalik beragam tantangan yang harus dihadapi di medan yang tidak mudah.
Tanggal 12 Mei 2020, pukul 06:27, Joyce lepas landas dari bandara Sentani dengan pesawat Kodiak MAF, pesawat yang dia impikan sejak menekuni penerbangan misi.
Kabin pesawat dipenuhi dengan beragam kebutuhan untuk sekolah dan kits untuk melakukan rapid test Covid-19 yang akan diterbangkan ke sebuah desa terpencil. Joyce merasakan keindahan langit pagi Papua dan berbahagia sekali karena dapat melakukan apa yang menjadi panggilannya.
Dua menit setelah lepas landas, Joyce mengirimkan berita tentang kesulitan yang dia hadapi. Ada sesuatu yang tidak berjalan seperti seharusnya, dan menyebabkan pesawat kecil itu tidak pernah kembali ke bandara.
Beberapa jam kemudian, tim SAR mengangkat tubuh Joyce dari dalam Danau Sentani.
Tetapi Joyce tidak berada di situ. Joyce berada ditempat di mana dia selalu berada – dalam pelukan Sang Juruselamat.
Rekan-rekan dalam tim MAF mengingat perkataan Joyce, “Saya selalu merasakan kegairahan dalam menerbangkan pesawat udara dan bekerja pada komputer-komputer. Yang paling menggairahkan ialah membagikan kasih Kristus dengan menolong mengubah keputusasaan dan dukacita orang lain menjadi sukacita dan tarian.” /fsp