ACARA menarik digelar Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung, Sabtu (27/01/2024) mengulik tema: You’re Not Alone atau Kamu Tidak Sendiri, mendapat perhatian tidak hanya peserta dalam negeri tapi juga dari luar negeri antara lain dari Hongkong dan Jerman.
Pembicara dalam perhelatan itu adalah 4 Mahasiswa Magister Psikologi Sains UK Maranatha Bandung, Pendeta Grace B. Polnaya, S.Si – Teol (Pendeta GPM), Pendeta Sulistiyati Solfina, S.Th (Pendeta GPIB), Pendeta Maria V. Luturmas, S.Si (Pendeta GPM), dan Pendeta Daniel Adi P., S.Si – Teol (Pendeta GKP).
Nara sumber Pendeta Sulistiyati Solfina, S.Th, Pendeta di GPIB yang mengawali pemaparannya dengan penyajian video yang menceritakan gangguan mental seorang remaja yang dikira kesurupan dan sikap orang tua yang tidak mengerti apa terjadi terhadap anaknya.
Menurut Pendeta yang akrab disapa sebagai Pendeta Lilis ini, untuk mengetahui sehat tidaknya mental seseorang bisa diukur melalui produktivitas yang dilakukan. Dapat bekerja secara produktif, mengenal dan menyadari kemampuan sendiri, mampu memberi kontribusi terhadap lingkungannya dan dapat mengatasi tekanan.
“Jadi hidup tidak untuk diri sendiri tapi dia juga bermanfaat dan berdampak bagi lingkungannya,” tutur Pendeta Lilis menunjuk pernyataan WHO 2022, Kesehatan mental adalah kondisi seseorang menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberi kontribusi terhadap lingkungannya.
Pendeta yang juga personel Dept. Inforkom dan Litbang Majelis Sinode GPIB ini mengatakan, faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental remaja adalah pola asuh orang tua dan relasi dengan saudara atau keluarga, pengaruh teman sebaya, pendidikan dan orientasi masa depan, pengaruh akses informasi dan kecanggihan teknologi dan kondisi alam dan lingkungan.
“Akibat gangguan mental ini orang bisa saja menjadi minder dan tidak memiliki rasa percaya diri,” ujar Sulis.
Menurutnya, karakter kesehatan remaja yang positif ia merasa lebih bahagia dan lebih positif tentang diri mereka sendiri dan menikmati hidup. “Jadi harus ada keyakinan personal yang dimiliki oleh remaja,” kata dia.
Dikatakan, kesehatan mental dapat diraih dengan kemampuan mengatasi tekanan, memiliki hubungan yang sehat dengan keluarga dan teman, melakukam aktivitas fisik dan makan makanan yang sehat.
Terlibat dalam berbagai kegiatan, misalnya dengan membentuk komunitas, dan memiliki rasa pencapaian dengan target-terget yang ingn dicapai. Bisa bersantai dan tidur yang cukup, ini sagat penting jangan begadang sambil nonton Drakor, begadang sambil main games padahal besok harus ke sekolah itu akan mengganggu.
“Saat ini remaja bisa mengakses informasi dengan sangat masif, dan mereka ada kecenderungan untuk merasakan kalau tidak update hidupnya menjadi tidak berarti,” ungkap Lilis.
Menurut Indonesia National Adolescent Mental Health Survey 2022, gangguan mental yang terjadi pada remaja adalah fobia sosial, gangguan kecemasan umum dan gangguan depresi mayor, gangguan perilaku, gangguan stress pasca trauma, dan gangguan pemusatan perhatian
Fobia Sosial adalah rasa takut yang nyata dan intens akan dipermalukan atau dinilai secara negatif oleh orang lain. Gangguan kecemasan umum adalah rasa takut terus menerus dan tidak mampu megendalikannya.
Hal lainnya, kata Lilis, Gangguan Depresi Mayor. Ini merupakan gangguan suasana hati yang menyebabkan perasaan tertekan dan kehilangan minat secara intens yang mempengaruhi, perasaan, pikiran, dan perilaku.
“Di sini biasanya seseorang bisa tiba-tiba menangis, ketawa yang tidak diketahui apa sebabnya,” imbuh Lilis seraya menyebutkan kecanduan gadget juga membuat sulit berkonsentrasi.
Mengatasi gangguan kesehatan mental, Pendeta Lilis mengajak untuk siapapun harus mengenal siapa dirinya dan mau menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi termasuk kelemahan dan keterbatasan.
Merawat diri dengan baik dengan melakukan aktivitas positif, misalnya, berolahraga, tidur yang cukup dan memiliki ketrampilan mengelola stress. Kalau tidak bisa mengelola stress harus terbuka, hubungi keluarga dan teman yang bisa menolong dan membimbng untuk mengelola stress.
Konsultasi dengan profesional. Gunakan layanan kesehatan yang ada, dokter, psikolog, psikiater, konselor dll. /fsp