JAKARTA, Arcus GPIB – Pesona digitalisasi telah membuat banyak kalangan benar-benar jatuh cinta pada kemudahan dan kenyamanan yang diberikan produk-produk cyber yang ada.
Tak heran kalau output digital sangat digandrungi kaum milenial atau mungkin juga bagi personal-personal baby boomers yang bisa berselancar di dunia maya dengan kemampuan yang dimiliki. Lalu sejauhmana gereja hadir memenuhi kebutuhan umat tapi juga tidak ada yang terabaikan. Pdt. Widyati Simangunsong-Sudarisman, M.Si menjawab itu.
“Betul, ini era digital. Tapi jangan sampai persekutuan kita dengan sesama jemaat hilang atau putus karena kita lebih asyik dengan diri sendiri,” kata Pdt. Widyati Simangunsong-Sudarisman Ketua Mupel Jakarta Pusat dalam acara podcast PMP baru-baru ini yang dipandu Dkn. Adri Manafe.
Menurutnya, keberadaan anak-anak muda dan kaum lansia di Jemaat di era digital terus mendapatkan perhatian, karena disanalah gereja harus bisa menjawab tatangan yang ada, gereja harus hadir disana.
“Sebelum pandemi GPIB Paulus Jakarta sudah punya program Digital Ministry. Disini tiga hal yang dilakukan yakni Religius, Education, dan Entertainment baik sejak sebelum pandemi hingga sekarang ini,” tuturnya.
Kalau relijius itu berkaitan dengan peribadahan, ada cuplikan-cuplikan khotbah, renungan yang menggunakan seluruh media sosial GPIB Paulus di youtube, facebook, instagram, jaringan grup W.A maupun website.
Untuk edukatif melalui webinar, dan talkshow dan untuk entertainment dilakukan oleh anak-anak muda antra lain, Gerakan Pemuda GPIB Paulus Sinema, yang memproduksi film-film pendek yang ditampilka pada perayaan Natal dan Paskah. Walaupun semua ini sudah berjalan, tetap dipikirkan program-program yang membuat jemaat suatu waktu bisa berkumpul sebagai persekutuan.
“Tuhan memanggil kita secara tidak hanya secara pribadi tapi juga secara persekutuan,” ujar Pdt. Widyati menjawab pertanyaan host, Dkn. Adri Manafe.
GPIB Paulus, kata Pdt. Widyati, terus mengembangkan platform digitalnya karena memang dibutuhkan umat sebagai bukti kehadiran gereja menjaga komunikasi tetap berjalan bahkan semakin diperkuat karena keterbatasan jarak dan waktu.
Bagaimana gereja menyikapi, derasnya salah satunya soal informasi sex education? Pdt. Widyati mengatakan, ada pembinaan-pembinaan dari gereja yang membahas masalah-masalah aktual yang terjadi saat ini.
“Di Gerakan Pemuda banyak yang dibahas, termasuk soal-soal seks bebas,” imbuhnya.
Catatan arcusgpib.com mengutip ditsmp.kemdikbud.go.id soal seks bebas salah satunya adalah penyalahgunaan internet. Arus informasi di internet sangatlah masif dan tak terhindarkan. Remaja bisa mengakses apa pun yang ada di internet. Hal yang membuatnya berbahaya adalah risiko remaja meniru konten yang tidak pantas di internet.
Oleh karena itu, pengawasan dari orang tua ketika remaja sedang berselancar di internet perlu dilakukan.
Selain tingkat pendidikan dalam keluarga yang minim, broken home juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan remaja terkontaminasi pergaulan bebas. Broken home tidak selalu dikaitkan dengan perceraian orang tua, tetapi keadaan rumah yang tidak nyaman juga bisa dikategorikan sebagai broken home.
Umumnya keadaan broken home membuat mereka kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tua yang bermuara pada kurangnya pengawasan orang tua. Hal tersebut menyebabkan korban broken home mencoba mencari pelarian, salah satunya yakni pergaulan bebas./fsp