JAKARTA, Update – Gereja ditantang untuk merumuskan eklesiologinya yang selaras dengan berkembagnya konstruksinya digital. Ini bukan tantangan yang temporer yang berakhir ketika pandemic selesai.
Mengatakan itu Sekretaris Umum Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty dalam program Didakhe mengangkat tema “Kemerdekaan dan Partisipasi Gereja di Era Digital” yang disiarkan dari youtube GPIB Indonesia 9 Agustus 2022.
Tidak sendiri, Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty dalam program milik Dept. Teologia GPIB itu menghadirkan narasumber Pdt. Manuel E. Raintung dengan moderator Pdt. Maria Tabitha Dina Meijer – Hallatu.
Menurut Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty yang akrab disapa Jacky ini, PGI dalam persidangannya di Waingapu, meletakkan soal digitalisasi sebagai tantangan utama.
“Memasuki pandemic tantangan ini tidak bisa kita hindari. Perubahan yang terjadi sangat substansial. Ini akan sangat berdampak kepada pelayanan gereja bahkan kepemimpinan gereja yang terbuka terhadap inofasi teknologi dan transformasi digital,” kata Jacky.
Gereja saat ini, kata Jacky, sudah sangat mengakrabi perubahan-perubahan yang ada. Pelayanan gereja dalam era digital mampu mengembangkan kreatifitas.
“Ada satu yang harus selalu kita ingat bahwa, gereja yang selalu membaharui dirinya, selalu ada didalam perubahan, tidak menutup diri dengan perubahan dan beradaptasi pada perubahan berdasarkan panduan dan tuntunan dari Alkitab,” tutur Jacky.
Menghadapi tantangan reformasi diera digital yang sangat menghentak gereja menjadi biasa untuk menggunakan media digital termasuk zoom dll. Ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan gereja, sekaligus juga tantangan.
Gereja dipaksa untuk memasuki jejaring komunitas digital yang bagi banyak orang bertentangan dengan konvensional keagamaan.
“Pelayanan gereja harus mampu menumbuhkan cara berpikir yang kritis, harus bisa mengelolah jejaring dengan cinta dan sepenuh hati,” imbuhnya.
Pdt. Manuel Raintung, Ketua II Majelis Sinode mengatakan, GPIB menyadari konteks perubahan yang dialami bukan hanya budaya digital. Dimulai dari tahun ini 2022 hingga tahun 2026 GPIB membangunan sinergi dari segala lini kaitannya dengan menciptakan pemimpin-pemimpin yang misioner berbudaya digital.
Tidak hanya kepada kaum muda yang memang begitu akrab dengan digitalisasi, GPIB juga fokus kepada kaum lansia.
“Budaya digital sering kali hanya dimonopoli oleh kelompok-kelompok orang muda, namun GPIB sekarang kelompok Lansiapun sudah mulai terhisap didalamnya. Kami sebagai gereja tentunya berharap ada keterpaduan kelompok kategorial ini,” tutur Pdt. Manuel Raintung yang akrab disapa Noel ini.
GPIB memiliki tema dalam memenuhi Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja dalam tahapan yang ke-2 yaitu tahun ke-4 didasari dengan tema membangun sinergi dalam hubungan gereja dan masyakarat.
Untuk tahun yang pertama 2022-2023, mau mengembangkan sinergisitas dalam rangka bersama membangunkan kelompok-kelompok intergenerasionl agar supaya mereka semua dapat berperan serta khususnya sebagai pemimpin gereja ditengah-tengah konteks keragaman dan budaya digital.
“Artinya dalam 4 tahun ini, dimulai dengan membangkitkan semangat-semangat dari kelompok kategorial dari mulai anak sampai dengan lanjut usia. Kelompok-kelompok fungsional maupun profesional ini kita padukan untuk melangkah bersama,” kata Noel.
Khusus tahun 2022 ini, katanya, GPIB mengalami peralihan kepemimpinan, sehingga peralihan ini menjadi titik tolak arah dari tujuan kebijakan panggilan gereja.
Masalah intergenerasional, dapat dikedepankan GPIB untuk mencapai tujuan utama, yaitu memiliki relasi yang baik ditengah-tengah masyarakat dan membangun kehidupan yang utuh. Dan ini harus dimulai dari gereja yang terpadu antara satu dan lainnya.
Jadi, kata Noel, bukan saja gerakan pemuda yang berproses maju di era digital, namun Kaum Bapak, Kaum Perempuan dan juga Lansia bisa berproses maju mengikuti era digital.
“Kita punya tujuan akhir visi GPIB sebagai gereja damai sejahtera yang bukan untuk dirinya namun untuk kehidupan dimana dia berada, sehingga GPIB harus mencapainya,” ujar Noel.
Menurutnya, mencapai gereja damai sejahtera itu harus dengan sinergisitas yang kuat, kokoh. Sehingga dapat mengimplementasikan panggilan dan pengutusan gereja dimasa-masa yang akan datang. /fsp/mon