JAKARTA, Arcus GPIB – Renungan singkat Pendeta Sealthiel Izaac Kamis 11/04/2024 menarik disimak. Mengangkat tema: ”Dihukum Karena Kesombongan” mengingatkan bahwa Allah sangat membenci kesombongan.
“Allah menentang orang yang sombong dan memberi anugerah bagi yang rendah hati (Yak 4:6b). Mari belajar seperti Yesus yang rendah hati (Mat 11:29),” kata Pendeta Sealthiel mengurai bacaan Alkitab Yesaya 15:1-9. Akibat kesombongan, Moab dibinasakan Tuhan.
Bangsa Moab berasal dari keturunan Lot keponakan Abraham. Maka mereka masih bersaudara dengan Israel (Kej 19:30-38). Mereka mengenal Hukum Taurat, bahkan Allah Israel.Tetapi mereka tidak mau bersahabat dengan Yehuda, malah memusuhinya (Bil 22:2-11; II Raj 3:4,5,13:20).
Mereka menyembah berhala Padahal setiap bangsa yang memusuhi umat Tuhan pasti di hukum Tuhan.Yesaya sudah menasihati mereka, agar percaya pada Allah. Namun mereka sangat sombong menganggap Allah Israel tidak berbuat apa-apa (Yes 25:10,11).
Allah menghukum mereka, karena kesombongannya. Dua kota utama Ar-Moab dan Kir-Moab, dihancurkan oleh Asyur dalam satu malam (ay.1). Kepala semua orang di gundul, janggutnya dipotong. Mereka (Moab) memakai kain kabung, menangis, meraung-raung.
Aliran air menjadi kering, bahkan air di Dibon penuh dengan darah. Mereka lari ke tempat penyembahan berhala (ay.3-4, 6-9). Nabi Yesaya menjerit (prihatin), tidak tahan melihat penderitaan mereka (ay.5).
Apa yang dialami Moab dapat terjadi dalam kehidupan kita, kalau hidup dalam kesombongan. Kemajuan pesat di semua bidang kehidupan, khususnya IPTEK, telah menjadikan sebagian orang menjadi sombong.
Dengan kedudukan, pangkat, kekayaan, kepandaian, popularitas, dll, manusia memahami semua yang aku peroleh dan yang ada padaku, karena aku. Mereka memang menyebut Tuhan dan beribadah, tapi hakekat ibadah dan bahwa itu karena Tuhan, tidak diakuinya (bnd II Tim 3:5).
Kesombongan itu nyata juga dalam tingkah laku, perbuatan, perkataan, dan juga kesombongan rohani. Bahkan seperti Moab yang tidak mau bersahabat dengan Yehuda (Israel) saudaranya, demikian yang terjadi dalam lingkup keluarga, antar saudara, dalam jemaat dan ditengah masyarakat. Sebab utama, karena memahami “SAYA” berbeda dengan “DIA”. /fsp