Home / Germasa / Misioner

Senin, 28 Oktober 2024 - 20:34 WIB

Semiloka Germasa Bahas Politik Identitas dan Polarisasi Sosial: Agama Punya Peran

Moderator Maxi Hayer bersama narasumber Pdt. Victor Rembet dari Gereja Baptis dan Wawan Gunawan dari Jakatsarub Bandung.

Moderator Maxi Hayer bersama narasumber Pdt. Victor Rembet dari Gereja Baptis dan Wawan Gunawan dari Jakatsarub Bandung.

BANDUNG, Arcus GPIB – “Politik Identitas dan Polarisasi Sosial” menjadi isu menarik yang dibahas dalam Semiloka “Gereja dan Demokrasi” yang digelar Dept. Germasa GPIB di GPIB Sejahtera Bandung Senin, (28/10/2024).

Event yang dihadiri Fungsionaris Majelis Sinode GPIB dan utusan jemaat dan Mupel berjalan dalam dinamika yang diwarnai dengan banyaknya pertanyaan dari peserta yang antusias mengikuti sesi tersebut yang menghadirkan narasumber Wawan Gunawan  dari Jakatarub  Bandung  dan Pendeta Dr.  Victor Rembet dari Gereja Baptis.

Ketua II MS GPIB Pdt. Manuel E. Raintung menyerahkan plakat Wawan Gunawan dari Jakatarub Bandung.

Sekretaris I MS GPIB Pdt. Emmawati Baule menyerahkan plakat kepada Pdt. Victor Rembet dari Gereja Baptis.

Aktifis Dialog Lintas Iman, Wawan Gunawan mengatakan, agama punya peran dalam penguatan demokrasi dan mengatasi polarisasi sosial. Caranya, kata Wawan mengatasi Politik Kekuasaan menjadikannya sebagai Politik Kebangsaan dan seterusnya menjadi Politik Kerakyatan dan melakukan penguatan Gerakan Sipil.

Ia menyarankan lembaga keagamaan bukan tidak berpolitik, tetapi memilih politik kebangsaan. Karena harus ada pemersatu dalam polarisasi dan melakukan penyelerasan narasi agama dan kebangsaan menuju implementasi universal agama untuk kemanusiaan, keadilan, dll.

Peserta antusias mengikuti sesi Semiloka Germasa di GPIB Sejahtera Bandung

Tetap semangat menuntaskan Semiloka yang cukup padat materi dari narasumber.

Selain itu, perlunya menempatkan agama sebagai fasilitator dialog dalam rangka mengembangkan teologi terbuka atau paradigma baru hubungan antaragama, melakukan Studi Kawasan dan mengembangkan Sejarah lokal dan membangun pertemanan, ketetanggaan, kultur yang kuat.

Baca juga  Yankes GPIB 21 Tahun: Aktif Dukung Klinik-klinik Kesehatan Di Jemaat

Pendeta Dr.  Victor Rembet dari Gereja Baptis mengatakan, demokratisasi bukan politics of power tapi Genus baru Masyarakat Sipil atau agama-agama.

Demokrasi, kata Victor, harus dimulai dari internal identitas atau agama masing-masing. Agama dan Masyarakat Sipil dituntut keberpihakan ke isu material, sosial politik, dan ekonomi.

“Demokrasi mungkin akan sulit mati dalam hidup  mereka yang tertindas, namun demokrasi akan mudah membunuh dirinya sendiri dalam perilaku mereka yang berkuasa,” kata Victor mengutip apa yang pernah disampaikan Th. Sumartana.

Dikatakan, agama-agama dalam ruang negara memiliki enerji transformatif mendemokratisasikan negara.

Agama menjadi referensi utama dalam masyarakat untuk menjadi acuan kehidupan, belum ada referensi pengganti bagi agama. Sebab itu bisa dikatakan bahwa belum ada cara lain untuk melihat perubahan yang diperlukan jikalau tidak dihubungkan dengan agama.

“Hampir tak bisa dibayangkan kita berbicara tentang perubahan masyarakat tanpa menyentuh aspek agama dan kepercayaan hidup di masa itu. Begitu pula sebaliknya tanpa perubahan agama tak mungkin diharapkan untuk melakukan pembaruan Masyarakat,” tandas Victor.

Genus baru Agama agama dalam ruang negara akan efektif apabila dalam soal agama orang bisa bersikap positip terhadap perbedaan pendapat, akan lebih mudah baginya untuk menerima perbedaan pendapat dalam bidang-bidang yang lain.

Latihan untuk berbeda pendapat serta latihan untuk berdemokrasi harus dimulai dari wilayah kehidupan beragama. Sektarianisme atau Politik Berbasis Identitas masih mungkin hadir atau bahkan sudah dan sedang hadir di sini.

Baca juga  LAI Siap Luncurkan Alkitab TB2: Sesuaikan Dengan Kebenaran Bahasa Terkini

Saat itu terjadi, kata Victor, dialog menjadi macet. Demokrasi dan esensi demokrasi terkikis habis tak mendapat ruang yang seharusnya ada. Namun demokratisasi tak pernah diam ketika sektarianisme mengintip.

Demokratisasi ingin menyapa sektarianisme dengan tulus sekaligus mengajaknya bergaul dan melahirkan metanoia baru dalam semua sisi kehidupan yang baik bagi sesama.

Pada akhirnya, hakikat dialog dan demokratisasi perlu dimulai dari diri sendiri, dan komunitas sendiri, sebelum bisa bermimpi masuk kedalam ruang polis besar yang bernama negara.

Mari kita ramai-ramai melakukan kritik dan otokritik terhadap “saya” dan “kami”, sebelum kepada “mereka”, agar akhirnya menjadi “kita” yang demokratis, apapun identitas yang kita sandang.

Terungkap juga dalam Semilola bahwa demokrasi di dunia sedang tidak baik-baik saja. Beberapa negara yang dulunya sudah memiliki indeks demokrasi yang baik kini terjungkal karena persoalan internal dan rezim yang berkuasa.

 Lalu bagaimana kondisi demokrasi di Indonesia? Jawabnya bervariasi ada yang mengatakan sudah baik karena berjalannya Pemilihan Presiden berjalan lancar tapi ada juga yang mengatakan belum bagus karena adanya politik kartel, poltik dinasti dan politik uang.

Untuk itu gereja diminta bisa untuk mampu berteologi di ranah demokratisasi menata demokrasi di indonesia. Gereja diminta hadir mengatasi krisis demokrasi.

Pengajar dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr. Robertus Robert bersama koleganya Neni Nur Hayati, Direktur DEEP mengatakan, gereja sebagai civil society, gereja dapat membantu masyarakat memahami bahwa demokrasi bukan hanya soal politik praktis, tetapi juga menyangkut etika, keadilan, dan kesejahteraan bersama.

Dengan peran itu, gereja bisa menjadi kekuatan moral yang membantu menjaga nilai-nilai demokrasi dan mendorong reformasi ketika terjadi krisis gereja. Sebagai bagian dari civil society, memiliki peran penting dalam melawan krisis demokrasi dengan berfungsi sebagai penjaga moral, fasilitator dialog, dan agen perubahan sosial. /fsp

Share :

Baca Juga

Germasa

GPIB Laksanakan Bulan Germasa di Mupel Kalselteng: Momen Memperkuat Persatuan dan Kerukunan

Germasa

GPIB Ramah Lingkungan, Kini Menuju Gereja Ramah Demokrasi

Germasa

1.300 Peserta Hadiri Konas VII FKUB, Gubernur Ansar Ahmad: Kepri Miniatur Keberagaman & Toleransi

Misioner

Dari GPIB untuk Korban Kebakaran Depo Pertamina Di Plumpang Jakarta

Misioner

Sikap Kritis Belum Tampak, Jeirry Sumampouw: Gereja Cenderung Mengalah

Misioner

35 Tahun Pelayanan: Semakin Diberkati Karena Melayani

Germasa

Nobar Pulau Plastik: Sampah Plastik Menguatirkan!

Misioner

SAH, GPIB Getsemani Mandiri: Buah Karya Tuhan di Tengah Laut Natuna Utara