JAKARTA, Arcus GPIB – Tidak banyak orang yang doyan bicara soal kematian. Tapi bagi Pendeta Frans J. Wantah kematian baginya seperti sesuatu yang biasa-biasa saja. Artinya, kematian bukan hal yang harus ditakutkan.
Dalam grup whatsApp “Komunitas GPIB Bersaksi” Pendeta Wantah mengurai detil yang diawali dengan cerita bahwa kematian itu proses kembalinya manusia ke titik Nol.
“Ternyata kembali ke nol, tidak ada yang dapat dibanggakan. Dulu bangga dengan jabatan apa itu Menteri, apa itu Direktur, apa itu Bos perusahaan besar bahkan pendeta sekalipun, Bullshit semua,” kata Pendeta Wantah.
Dikatakan, saat kematian itu kian dekat, duduk tak enak, berjalan pun tak nyaman.
Catatan Arcus GPIB mengutip dari Kompasiana seperti yang ditulis Yustinus Hendro Wuarmanuk, S. Fils, secara umum dalam Kitab Suci, kematian adalah peralihan status “hidup” kepada status “tidak hidup”, tidak dipandang sebagai pemisahan jiwa dari badan melainkan sebagai hilangnya vitalitas: hidup berhenti, tetapi bayang-bayang manusia masih hidup dalam Syeol (dunia bawah tanah).
Orang-orang yang meninggal bukan lagi “Jiwa yang hidup” sebagaimana statusnya sejak ia tercipta (1 Kor 15:45), sebab ia sudah ditinggalkan oleh Roh yang kembali kepada Allah, satu-satunya yang tidak pernah mati (Pkh 12:7; 1 Tim 6:16).
Dalam Perjanjian Baru, kematian paling sering muncul dalam konteks kebangkitan, bukan dalam konteks kebinasaan.
Kitab Suci menegaskan bahwa kehidupan dan kematian adalah dua realitas eksistensial yang harus dijalani oleh setiap orang (2 Sam 1: 23; Ams 18: 21).
Kematian dirumuskan hakekatnya sebagai penarikan kebali nafas kehidupan atau Roh Allah dari dalam kehidupan manusia (Ayb 34: 14-15). Manusia dianggap sudah mati, ketika nafas kehidupan sudah tidak ada lagi dalam tubuhnya (1 Raj 17: 17).
Kenyataan tentang kematian ini secara tegas dapat ditemukan dalam kitab Pengkhotbah yang mengatakan bahwa setiap makhluk sama dihadapan kematian (Pkh 2: 16).
Dalam konteks Perjanjian Baru, kematian lebih dimengerti sebagai mati bersama Kristus dengan harapan akan bangkit bersama Kristus. Paulus dalam suratnya kepada umat di Filipi, mengungkapkan arti kematian kristen, bahwa oleh Kristus kematian itu memiliki arti yang lebih positif “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp 1: 21).
Dengan ini Paulus menampilkan dimensi baru dari kematian: “Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia (2 Tim 2: 11). Aspek yang baru pada kematian kristen terdapat dalam kata-kata ini: “oleh pembaptisan warga kristen secara sakramental sudah ‘mati bersama Kristrus’, supaya dapat menghidupi satu kehidupan baru”. /fsp