JAKARTA, Arcus GPIB – Pembinaan Madya Pendeta (PMP) yang dilaksanakan Departemen PPSDI & PPK GPIB di Grand Cemara Hotel 17 – 20 Januari 2023 telah usai. Banyak masukan model kepemimpinan yang dapat dipakai menggiring bahtera besar GPIB kedepan.
Ketua III Majeis Sinode GPIB Pendeta Maureen S. Rumeser-Thomas, M.Th mengatakan banyak hal yang didapatkan dari Pembinaan Madya Pendeta ini kaitannya dengan model spiritualitas kepemimpinan untuk diterapkan secara berkesinambngan.
“Menjadi harapan spiritualitas kepemimpinan ini bisa nanti dikembangkan dalam program yang dibuat dalam persidangan Sinode Tahunan,” kata Pendeta Maureen yang akrab disapa Pendeta Susi ini mengharapkan kedepan GPIB memiliki pemimpin kombinasi Maria dan Marta.
Menurutnya, selama ini kepemimpinan yang ada di GPIB masih pada model Marta, sibuk sana-sini tapi tidak memikirkan apa yang menjadi kebutuhan.
Diakuinya, model kepemimpinan spiritualitas Maria dan Marta tidak mudah diterapkan.
“Yang pasti dalam realitasnya itu tidak mudah tapi itu tergantung dari kehidupan spiritualitas masing-masing bagaimana hubungannya dengan Tuhan dan mempercayai itu bahwa Tuhan akan menjaga, membuka jalan memampukannya menjadi seorang pemimpin yang baik,” tutur Pendeta Susi.
Dikatakan, selain spiritualitas kepemimpinan Maria dan Marta yang diusulkan dalam Pembinaan Madya Pendeta ada beberapa spiritualitas kepemimpinan yang juga akan dikembangkan dari hasil pertemuan empat hari di Grand Cemara Jakarta tersebut.
“Ada spiritualitas baru, itu banyak yang menjadi usulan yang harapannya menjadi masukan kepada Panitia Materi dalam penyusunan Pemahaman Iman,” kata Pendeta Susi.
Menurutnya, apa yang akan dikembangkan sudah terangkum pada usulan-usalan yang menjadi hasil.
Prof. Yahya Wijaya, Ph.D dalam kesempatan tersebut mengajak melihat spiritualitas kepemimpinan Yesus. Menurutnya, implikasi spiritualitas Yesus dalam kepemimpinanNya mereinterpretasi teologi Kerajaan Allah tentang kasih, bukan kekuasaan.
“Spiritualitas kepemimpinan Yesus adalah hati yang berbelas kasihan, jauh dari nafsu ingin berkuasa, haus akan kehormatan, atau keinginan menikmati fasilitas,” kata Dosen Teologi Ekonomi; Teologi dan Budaya Popular UKDW.
Dikatakan, motivasi Yesus terletak pada nasib orang banyak yang lelah dan terlantar, seperti domba tak bergembala. Yesus memimpin dengan hati.
Kepemimpinan Yesus berdampak bukan hanya pada kehidupan sosial tetapi pada dimensi terdalam dan paling personal, yakni penyembuhan.
Dalam kesempatan yang sama, Pendeta Meilanny Risamasu mengatakan, ekosistem menggereja dan optimalisasi perangkat-perangkat Teologis GPIB untuk membangun spiritualitas kepemimpinan misioner.
Kepemimpinan misioner, katanya, membutuhkan kerja sinergis antar bidang, riset-riset mendalam untuk menentukan strategi yang tepat dalam implementasinya pada program kerja lingkup sinodal dan lokal.
“GPIB, semoga secepatnya, memiliki Lembaga kajian berbasis riset. Bagaikan tanaman, GPIB segar, berbuah, dan bermanfaat karena tulus pada proses dan setia memberi,” tandas Meilanny yang kini studi lanjut Strata-3 Bidang Studi Lingkungan di Universitas Riau.
Menurutnya, riset adalah satu metode merawat pohon dengan bertanggung jawab, sehingga ia tetap menerima nutrisi yang sesuai, tepat, dan bermanfaat. /fsp