JAKARTA, Arcus GPIB – Ketua Umum Majelis Sinode GPIB Pdt. Drs. Paulus Kariso Rumambi, MSi menyatakan rasa bangganya atas pencapaian PKUPPG (Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja) yang ditetapkan dalam Persidangan Sinode XXI di Surabaya.
“PKUPPG yang diputuskan dalam Persidangan Sinode XXI di Surabaya lebih lengkap lagi. Kita bersyukur punya PKUPPG yang lebih lengkap dari yang lalu. Di situ sudah ada indikator keberhasilannya,” kata Pdt. Paulus Kariso Rumambi Rapat Koordinasi Arahan PKUPPG dan Tema untuk PKA 2022-2023 dengan seluruh anggota unit Misioner dan Yayasan, Selasa 01/02/2022.
“Puji Tuhan kita bisa maju selangkah lagi,” kata alumni UKSW Salatiga ini sembari berharap semua unit-unit misioner Departemen, Yayasan dan Dana Pensiun bisa memahami PKUPPG. “Ini arah kemana kita mau pergi dan ini arah yang akan dituangkan dalam PKA,” tutur pria yang pernah menjabat KMJ di GPIB Karunia Ciputat, GPIB Bethesdha Sidoarjo dan GPIB Paulus Jakarta ini.
Rakor Majelis Sinode dengan seluruh anggota unit Misioner, Yayasan dan Dana Pensiun GPIB yang diikuti 200 lebih personel dibuka dengan pelayanan Firman Tuhan yang disampaikan Pdt. Rommi Matheos, M.Th.
Seluruh pelayan Tuhan adalah hamba Kristus hadir untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, masyarakat pada umumnya dan menjawab tantangan di era digital saat ini.
“Orang kudus diperlengkapi untuk melaksanakan pekerjaan pelayanan sehingga tercapai tujuan Allah, yaitu “Pembangunan Tubuh Krisitus”. Tugas pelayanan dalam jemaat bukan hanya tugas para penatua, diaken atau pendeta jemaat, tapi juga melibatkan segenab umat Allah tanpa kecuali,” kata Pdt. Rommi dalam ibadah pembukaan Rakor Arahan PKUPPG dan Tema untuk PKA 2022-2023 yang diselenggarakan secara virtual.
Menurutnya, dengan adanya pembinaan berkelanjutan, diharapkan seluruh elemen jemaat dapat bersinergi dalam melaksanakan misi Allah yang membebaskan, khususnya di tengah konteks dunia digital yang telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Kepemimpinan misioner bukan menawakan kepemimpinan tunggal melainkan kepemimpinan bersama. Model kepemimpinan ini memberi ruang bagi seluruh warga jemaat untuk memberdayakan seluruh potensi yang ada untuk memperlengkapi bagi pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus.
“Mengoptimalkan sinergi intergenarasional merupakan tantangan yang perlu dicermati sebelum gereja dapat menjawab tantangan eksternal. Sebab itu, peran kepemimpinan misioner sebagaimana diungkapkan dalam Efesus 4: 11-16, perlu mundapat perhatian,” tandas Rommi Matheos, pendeta jemaat GPIB Paulus Jakarta.
Para nabi, kata Pdt. Rommi, adalah orang orang yang menerima penyataan dari Allah dan yang meneruskannya kepada jemaat. Sedangkan gembala-gembala dan pengajar-pengajar diberi tugas untuk mengatur dan memimpin dan melayani jemaat. /fsp