SINGKAWANG, Arcus GPIB – Gereja sebagai bagian dari jejaring sosial memiliki tanggung jawab dalam memperbaiki dan merawat jejaring sosial melalui gerakan ekumenis.
Mengatakan itu Karen Puimera, S.Si-Teol, vikaris tahun pertama penempatan Immanuel Medan pada acara Penelaan Alkitab di Konferdal Germasa Singkawang Senin, (21/08/2023).
Jejaring sosial, kata Karen, merupakan hal yang penting dalam kehidupan sosial, terlebih jejaring sosial dalam budaya digital. Namun seringkali ini menjadi tantangan yang dihadapi gereja dalam menjalankan misinya.
Gerakan ekumenis mencerminkan kesatuan dalam Kristus dan menjadi jejaring yang berperan dalam kehidupan gereja. Merangkul, melakukan transformasi diri serta pengampunan menjadi bagian dari proses rekonsiliasi.
Mahasiswi Strata-2 Universitas Gadjah Mada (UGM) ini meminta rekonsiliasi harus terjadi antara hubungan manusia dengan Tuhan dan juga hubungan manusia dengan seluruh ciptaan. Gereja terus memperkuat jejaring sosialnya dalam semangat ekumenis, menjaga harmoni dalam keberagamana dan berkontribusi pada perdamaian dan kesejahteraan dalam masyarakat.
Menurut Karen, kehidupan yang dinamis tentu tidak lepas dari adanya gesekan-gesekan yang mengakibatkan pada konfrontasi hingga konflik yang berkepanjangan.
Beberapa aspek yang membutuhkan atensi dan partisipasi dalam berekonsiliasi. Beberapa hal yang menjadi perhatian saat ini, antara lain Relasi antar denominasi
“Tidak dapat dipungkiri perbedaan doktrin yang ada di suatu gereja, tidaklah sama dengan gereja lainnya. Sehingga dibutuhkan keterbukaan untuk menerima perbedaan-perbedaan yang mendasar, namun sekaligus dapat bekerja sama dalam mengerjakan pelayanan bersama melalui dialog antar-denominasi, dokumen bersama, dan pelayanan Bersama,” tutur Karen.
Dikatakan, relasi lintas agama masih harus terus digaungkan dan dikerjakan dalam kehidupan yang merajut toleransi. Terlebih kemajemukan masyarakat sering dipertemukan dalam gesekan-gesekan yang kurang baik.
“Konflik sering terjadi tidak hanya secara langsung, melainkan secara online melalui media-media sosial. Maka dari itu dalam menyuarakan suara perdamaian, kita harus menerapkan nilai-nilai persatuan dan rekonsiliasi baik dalam tataran pemuka agama maupun akar rumput,” tandas Karen.
Rekonsiliasi juga harus lahir dari kesadaran bahwa ada pihak yang tidak mendapat keadilan dan perlakuan yang setara, yang membuat ia dilemahkan. Gereja memainkan peran yang penting dalam proses rekonsiliasi dengan masalah-masalah yang ada di sekitar. /fsp