BATAM, Arcus GPIB – Masalah perkawinan beda agama mencuat di forum Talk Show PKB Kaum Bapak, mengangkat tema: “Imam dalam keluarga, Pemimpin dalam Masyarakat” yang dilaksanakan di Hotel Harmoni One Batam, Kamis (13/07/2023).
Hal lainnya yang ditanyakan peserta Temu Karya PKB tersebut adalah soal Babi Haram, dan mengapa Nadlatul Ulama tidap pernah mengeluarkan fatwa soal perusakan gereja dan pelarangan ibadah.
Dua narasumber dalam Talk Show itu adalah Gus Aan Anshori dari Nadlatul Ulama dan Pendeta Dr. Marthin L. Sinaga Dosen STTF Jakarta. Menurut Pendeta Sinaga,
Perkawinan beda agama sekarang semakin sulit.
“Masih bervariasi sikap kristen terhadap perkawinan beda agama. Di Singapura banyak yang kesana untuk perkawinan beda agama,” tutur Sinaga.
Mengutip Eka Darma Putra, Pendeta Sinaga mengatakan bahwa dalam hal percintaan kaitannya dengan keinginan untuk bersatu tidak boleh dihalang-halangi.
“Jangan menghalangi cinta kasih orang, katolik adalah dispensasi,” kata Pendeta Sinaga mengutip apa yang pernah disampaikan Eka Darma Putra.
Sementara itu, tokoh Islam Nadlathul Ulama (N.U) Gus Aan Anshori mengatakan, kawin beda agama bisa dilakukan dan sah. “Negara sudah beres menggunakan Administrasi UU Perkawinan,” tandas Gus Aan sembari mempertanyan sikap GPIB terhadap perkawinan beda agama.
Catatan Arcus GPIB mengutip Detikcom, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan (PA Jaksel) Dr Mashudi menyatakan pernikahan beda agama tidak sah secara UU Perkawinan.
Hal itu menanggapi berbagai pernikahan beda agama yang diizinkan hakim Pengadilan Negeri untuk dicatatkan oleh negara/Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
“Perkawinan berbeda agama juga dilarang oleh UU Nomor 1 Tahun 1974 dan hal tersebut mengakibatkan perkawinan tersebut tidak sah,” kata Dr Mashudi. Hal itu tertuang dalam artikelnya, ‘Problematika Perkawinan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum’, dan sudah diizinkan untuk dikutip detikcom, Senin (3/7/2023).
Mashudi mengatakan anak dari hasil perkawinan berbeda agama adalah anak tidak sah atau anak luar kawin. Dia mengatakan anak tersebut tidak memiliki hubungan perdata dengan bapaknya dan si anak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja.
“Namun, meskipun demikian, setiap anak yang lahir tetap harus dicatatkan pada catatan sipil untuk dapat memperoleh akta kelahiran. Adapun hal tersebut diatur dalam Pasal 27 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,” ujar Dr Mashudi. /fsp