Jangan menjalankan gereja “just as it is”. Yang penting ada ibadah minggu, yang penting ibadah sektor tetap berjalan, yang penting sekali-sekali ada retreat. Gereja seperti ini, jangan berharap kesadaran memberi jemaatnya akan tinggi.
MENARIK menyimak pemaparan Pendeta Nancy Nisahpih Rehatta sebagai salah satu pembicara pada Acara Rakerdal PEG, di Hotel Millennium Jakarta, 15 – 17 November 2024. Disampaikan bahwa GPIB sangat butuh banyak pasokan dana jika pelayanan mau dijalankan dengan lebih baik lagi.
Selama ini berdasarkan pengalaman, bahwa pemasukan dana di GPIB sebagian besar berasal dari hasil persembahan warga jemaatnya.
Memang ada sumber-sumber pemasukan lain seperti pelaksanaan bazaar, berjualan makanan, acara malam dana, sumbangan individu-individu, turnamen golf dll. Namun tetap saja bahwa persembahan warga jemaat menjadi sumber pemasukan utama gereja. Banyak gereja GPIB bermasalah dengan kecukupan dana.
Hal itu terkait dengan satu faktor utama yaitu rendahnya kesadaran memberi warga jemaat GPIB. Di Mupel Banten GPIB pernah dilakukan penelitan dimana salah satu pertanyaannya adalah tentang persepuluhan.
Hasil survei menyatakan bahwa hanya 28% warga GPIB Mupel Banten yang memberi persepuluhan dengan setia.
Disampaikan Pendeta Nancy bahwa keinginan warga jemaat untuk memberi sebetulnya sangat terkait dengan kinerja pelayanan gereja.
Semakin hidup sebuah gereja, semakin bagus pelayanan-pelayanan yang diberikan, maka akan semakin tinggi juga tingkat kesadaran memberi warga jemaatnya. Gereja perlu membuat ibadah-ibadah yang kreatif dan inovatif. Gereja perlu membuat program-program kerja yang baik, yang membangun kehidupan warga jemaatnya.
Jangan menjalankan gereja “just as it is”. Yang penting ada ibadah minggu, yang penting ibadah sektor tetap berjalan, yang penting sekali-sekali ada retreat. Gereja seperti ini, jangan berharap kesadaran memberi jemaatnya akan tinggi.
Beberapa hasil penelitian menunjang sebuah hipotesa yang mengatakan bahwa “semakin tinggi spiritualitas seseorang maka akan semakin tinggi juga tingkat kesadaran memberinya”.
Jadi sebetulnya jika gereja ingin memiliki banyak dana untuk lebih hebatnya pelayanan, maka prinsipnya sederhana : jalankan pelayanan dengan serius, buat ibadah-ibadah kreatif, bikin program-program kerja yang inovatif, yang membangun kehidupan jemaat, maka dengan sendirinya kesadaran memberi warga jemaat akan meningkat.
Hal lain lagi yang menyebabkan kesadaran memberi rendah adalah ketidaktahuan atau ketidakpahaman warga jemaat akan program kerja dan misi gereja. Karenanya perlu sosialisasi efektif kepada warga jemaat bahwa gereja memang butuh banyak dana untuk berbagai aktivitas pelayanan, namun jangan sampai terkesan memaksa atau mengemis kepada jemaat.
Gereja yang terlalu sering konflikpun seringkali menjadi penyebab enggannya warga untuk memberi sumbangan dana. Sebaliknya gereja yang hidup, yang kreatif, yang inovatif, yang jemaatnya merasa terberkati, maka warga jemaatnya-pun akan ringan hati untuk mau membantu gereja.
Demikian juga dengan akurasi, kelengkapan dan juga transparansi laporan keuangan. Semakin lengkap laporan keuangan (ter-audit), semakin jelas dan transparan keuangan gereja, akan semakin meningkat kepercayaan jemaat dan keinginan warga jemaat untuk memberi. Gereja-gereja yang pernah bermasalah dengan keuangan, pernah kehilangan uang puluhan bahkan ratusan juta rupiah, maka akan sulit mengembalikan kepercayaan warga jemaatnya.
Jemaat juga harus diberitahu tentang semua aktivitas yang dilakukan oleh gereja. Hal ini penting, agar jemaat tahu bahwa dana yang mereka berikan selama ini dipergunakan dengan baik oleh gereja dan benar-benar dipakai untuk aktivitas-aktivitas pelayanan yang membantu sesama dan untuk membangun kerohanian jemaat. Sosialisasi ini bisa dilakukan melalui warta jemaat, dimasukkan dalam website gereja, dibuat video sosialisasi dll.
Dalam pemaparannya, Pendeta Nancy juga menghimbau agar pendeta-pendeta dan semua majelis hendaknya menjadi teladan dalam hal memberi kepada gereja. Bangsa Indonesia adalah bangsa paternalistik, dimana contoh dari atas sangat diperlukan dan akan ditiru oleh para pengikutnya dibawah.
Selain itu, pemasukan gereja dapat diupayakan dengan aktif membuat berbagai program seperti malam dana, bazaar, penjualan makanan, seminar berbayar, malam lelang, konser berbayar dll.
Menarik satu hal krusial yang dipaparkan oleh Pendeta Nancy, untuk menjawab pertanyaan : Apakah gereja boleh berbisnis? Jawabannya: Boleh. Bahkan Rasul Paulus pun berbisnis dengan berjualan tenda untuk membiayai pelayanannya.
Ada banyak usaha yang dapat dilakukan oleh gereja. Beberapa gereja membuka lahan perkebunan dengan menanam pisang, ubi, pepaya, singkong dll untuk kemudian dijual, dimana keuntungan yang didapatkan untuk dana pelayanan gereja.
Ada gereja yang memanfaatkan lahan kosongnya untuk dikerjasamakan dengan pihak lain, dan mendapatkan dana bulanan untuk pelayanan. Ada beberapa gereja lain yang menyewakan ruangan serbaguna mereka untuk acara perkawinan, acara-acara reuni, acara ulang tahun dll.
Ada banyak jenis usaha lain yang dapat dilakukan oleh gereja. Namun, dipesankan oleh Pendeta Nancy bahwa gereja tetap harus berhikmat dan hati-hati. Manajemen Resiko perlu dibuat untuk setiap jenis usaha yang akan dilakukan.
Dalam pemaparannya Pendeta Nancy juga menyinggung soal aset-aset GPIB yang jumlahnya sangat banyak, yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan dana GPIB.
Pendeta Nancy menyadur pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani begini : Di Amerika orang-orang kebanyakan kerja santai, aset-aset merekalah yang bekerja keras. Di Indonesia kebalikannya, aset-aset kita diam-diam saja, tapi orang-orangnya lah yang bekerja keras.
Pendeta Nancy mendorong agar GPIB segera membentuk tim kerja khusus untuk dapat memanfaatkan berbagai aset yang dimiliki guna menunjang pertumbuhan dana yang baik untuk mendukung pelayanan gereja.
Gereja dapat juga memanfaatkan warganya yang memiliki jaringan luas, networking yang bagus, yang punya kenalan para filantropi. Filantropi adalah individu atau kelompok-kelompok organisasi yang mau membantu berbagai aktivitas terkait dengan bantuan kemanusiaan.
Ada banyak dermawan, baik didalam maupun luar negeri yang punya dana untuk bisa dihubungi, guna dapat membantu pekerjaan gereja. Demikian juga, gereja dapat memanfaatkan dana-dana CSR (Corporate Social Responsibility) yang tersedia di berbagai organisasi, baik pemerintah maupun swasta. Intinya GPIB harus mau mendorong umatnya untuk bekerjasama membantu gereja dalam melakukan pendekatan-pendekatan kepada berbagai pihak untuk hal ini.
Untuk mengubah mindset umat bukan hal yang mudah, apalagi terkait dengan uang. Mengubah mindset umat tentang memberi, perlu upaya yang cukup keras, komitmen yang besar dan konsistensi yang tinggi.
Dibutuhkan pembinaan-pembinaan yang berjenjang dan berkala tentang peningkatan kesadaran memberi. Dibutuhkan dorongan yang kuat dari pimpinan-pimpinan gereja baik di level sinodal, mupel maupun jemaat. Dibutuhkan semangat yang tinggi untuk menjalankan program-program kerja terkait perubahan mindset memberi ini. Yang terakhir, perlu adanya koordinasi dan kerjasama yang baik dari semua pihak untuk mencapai target besar ini.
Ditambahkan juga oleh Pendeta Nancy bahwa gereja harus memanfaatkan teknologi untuk membantu upaya pengubahan mindset umat ini. Gereja dapat membuat poster-poster atau berbagai jenis video-video singkat yang bisa disebarkan melalui berbagai whatsapp group gereja, yang bisa mendorong kerinduan umat untuk memberi. Demikian juga berbagai aktivitas dan program pengumpulan dana, bisa disosialisasilkan dengan penyebaran video singkat kepada semua jemaat.
Sekali lagi dalam kesimpulannya Pendeta Nancy mengingatkan kembali bahwa untuk membuat pelayanan yang optimal, untuk meningkatkan kinerja pelayanan gereja, untuk membuat kerohanian umat bertumbuh, untuk membuat pekerjaan Tuhan jadi lebih hebat, maka dibutuhkan dana yang tidak sedikit.
Jika mindset umat sudah berubah dalam hal memberi, maka umat bukan hanya akan memiliki kesadaran memberi yang tinggi, namun umat juga akan mau mengerahkan semua kemampuan mereka, mau menyumbangkan pikiran mereka, mau memberikan tenaga mereka, untuk mendatangkan dana buat gereja. Tuhan memberkati.
Oleh: Frans S. Pong, Redaktur Arcus GPIB