JAKARTA, Arcus GPIB – Jalanilah hidup dalam rancangan Allah dengan kesetiaan dan rela berkorban. Tuhan melihat semuanya dan Ia akan membawa kita keluar dari kemelut, kesusahan hidup dengan caranya yang ajaib. Berkat-Nya ada atas kita.
Mengatakan itu Pdt. Sealthiel Isaak mengurai teks Firman Tuhan dari Rut 2:1-10 Rabu (4/5). Menurutnya, siapapun dia tidak akan tahu akan hari esok akan seperti apa.
“Kita tidak pernah tahu tentang masa depan kita, apa yang akan terjadi dalam hidup kita. Manusia mengirai-ngirai jalan, Tuhanlah yang menentukannya. Karena itu dalam perjalanan kehidupan, suatu keputusan iman yang benar, menjadi penting,” kata Pdt. Sealthiel.
Sebagaimana diketahui, Rut bukanlah siapa-siapa. Rut dapat dikatakan sebagai pendatang atau migran mengikuti Naomi. Menatang hidupnya Rut pun harus bekerja memungut jelai ditempat tuannya, Boas saudagar kaya raya.
Di Betlehem, Rut bekerja memungut bulir jelai yang jatuh saat penyabitan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama mertuanya, Naomi. Rut diperlakukan dengan baik dan ramah oleh Boas dan para pekerjanya (ay.8-10).
Waktu berjalan, Rut akhirnya menikah dengan Boas. Hidupnya diberkati Tuhan dan menjadi berkat bagi dunia. Dari keturunanyalah lahir Yesus Juruselamat dunia (baca: Rut 4:13-17).
Rut diberkati karena keputusan Imannya, Rut diberkati karena kesetiannya kepada mertuanya. Rut tidak hanya setia kepada mertuanya tapi juga setia kepada Tuhannya Naomi.
Mengapa kesetiaan itu perlu? Laman suarakristen.com menyebutkan, kunci kemenangan orang beriman adalah kesetiaan. Bukan keberhasilan, kemakmuran, kejayaan, keberuntungan, kegembiraan, kesembuhan dan lain – lain yang sejenis dengan semua itu. Kesetiaan yang dimaksud adalah kesetiaan dalam iman, pengharapan serta kepatuhan kepada Allah dalam Yesus Kristus sampai akhir hidup dalam segala keadaan.
BANYAK orang Kristen zaman sekarang membuat kesuksesan, kejayaan dan yang lainnya menjadi yang terutama dan segalanya dalam hidupnya, dengan alasan karena kita adalah umat Tuhan (baca: *anak Raja*). Pandangan ini salah besar, walaupun kini sadar atau tidak, pandangan seperti itu lebih disukai dan disebarluaskan oleh banyak *warga gereja* dan para *”hamba Tuhan”.* Akibatnya banyak orang Kristen yang tersesat karena kehilangan yang paling utama dalam hidupnya, yakni *”kesetiaan”*.
Sekali lagi, kesetian dalam iman dan pengharapan kepada Allah serta kepatuhan melakukan kehendakNya. Apakah kehendak Allah?
PerintahNya. Apakah itu perintahNya? Mengasihi dan menegakkan kebenaran walaupun harus menderita dan mati. Ini yang disebut setia sampai akhir atau setia sampai mati.
Dalam sejarah umat Allah sebagaimana dikisahkan Alkitab, kesetiaan sering tampak jelas justru dalam situasi keterpurukan dan kelemahan “jasmani” dan “duniawi” yang dialami orang percaya.
Ingatlah misalnya kisah Elia, Ayub, Daniel dan Paulus. Bahkan banyak yang karena kesetiaan kepada Kristus, hidupnya berakhir dengan kematian. Ingatlah kisah Stefanus dan banyak martir lainnya.
Para martir itu, karena iman dan pengharapan mereka kepada Allah, mereka taat dan patuh melakukan kehendakNya serta menyaksikan Injil kebenaran.
Menyaksikan Injil dalam Alkitab bukan hal yang mudah. Menyaksikan Injil membutuhkan iman, pengetahuan dan keberanian menghadapi para pendakwa di pengadilan dan di tengah masyarakat.
Para saksi juga harus mempunyai kesediaan berkorban dan menghadapi banyak ancaman, bahkan harus rela mati. Mereka yang mati karena bersaksi demi Injil Kritus inilah yang disebut “martir” (mati martir). Dan bagi Tuhan mereka adalah para pemenang. /fsp